BANJARMASIN, klikkalsel.com – Dugaan kampanye terselubung salah salah satu bakal calon Pilgub Kalsel menjadi sorotan Aliansi Gabungan Lembaga Pemantau Pemilu dan Penjaga Demokrasi Kalsel. Dugaan itu mengarah pada kegiatan pertemuan kepala desa di tiga kabupaten disisipi ajakan memilih bakal calon Pilgub Kalsel.
Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus) Kalsel, Muhammad Arifin mewakili gabungan lembaga pemantau pemilu. Dia menerangkan dugaan kampanye terselubung itu terjadi di Tabalong, Balangan, dan Barito Kuala.
Arifin menyebut hasil pemantauan pihaknya, para aparatur desa serta kades dikumpulkan dengan agenda silaturahmi, belum lama tadi. Namun, disayangkannya disisipi dengan dugaan kampanye terselubung.
“Padahal isi suratnya silaturahim dengan aparatur desa dan pambakal-pambakal semua. Tetapi kami melihat di sana ada kampanye terselubung, artinya ini curi start duluan,” ucapnya kepada awak media, Kamis (19/9/2024).
Dia mengatakan, para kades diimingi-imingi penambahan dana desa dalam pertemuan tersebut. Oleh karena itu, dia meminta Bawaslu Kalsel mengambil sikap atas adanya dugaan kampanye di luar jadwal, terlebih lagi di lingkungan aparatur sipil negara yang seharusnya bersikap netral.
Baca Juga : Pasangan Bakal Calon Pilgub Kalsel Mulai Ikuti Pemeriksaan Kesehatan
Baca Juga : KPU Banjarmasin Terima 1.940 Kotak Suara untuk Pilkada
“Kami lima lembaga pemantau pemilu ini meminta Bawaslu menjalankan peran dan fungsinya sebagai pengawas pemilu untuk menciptakan pemilu yang jujur, adil, dan bersih dalam Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan tahun 2024,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kalsel Aries Mardiono menerangkan, tahapan kampanye akan dimulai pada 25 September hingga 23 November 2024 mendatang. Oleh karena itu, dia meminta baik itu bakal calon, partai pengusung/pendukung untuk menahan diri tidak berkampanye di luar jadwal.
Dalam kampanye, sebutnya ada aturan yang mengikat dan harus ditaati pasangan calon. Di antaranya kampanye tidak boleh dilakukan di tempat ibadah, rumah sakit, lembaga pendidikan, dan fasilitas milik pemerintah.
Selain itu, kampanye juga dilarang menggunakan fasilitas negara seperti mobil dinas, kantor pemerintah, dan sarana mobilitas lainnya. Terlebih lagi ASN juga dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye.
“Jadi kami mengimbau kepada para bakal calon menahan diri, setelah penetapan pasangan calon akan masuk pada tahapan kampanye,” tuturnya.
Terkait dugaan kampanye terselubung yang melibatkan kepala desa dan aparatur desa, Aries meminta lembaga pemantau untuk segera membuat laporan guna ditindaklanjuti.
“Silakan laporkan ke Bawaslu pasti akan ditindaklanjuti,” tegasnya.
Aries menekankan para bakal calon ketika telah ditetapkan sebagai calon maka akan jadi subjek hukum dalam penanganan pelanggaran Pilkada dengan ancaman pidana. Hal tersebut sebagaimana diatur Pasal 71 ayat 1 juncto Pasal 188 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal 71 ayat 1 menyebutkan “Pejabat aparatur sipil negara dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.
Lalu Pasal 188 mengatur sanksi pidananya bahwa Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Begitu juga kepala desa setelah penetapan paslon akan terikat dengan pasal 70 jontco 189 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal 70 ayat 1 menyebutkan dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 189 mengatur sanksi pidananya bahwa Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)
“Oleh karena itu diimbau untuk berhati-hati, lebih cermat memahami dan mematuhi aturan,” pungkasnya. (rizqon)
Editor: Abadi