UU Perlindungan Anak (Tidak) Menyandera Guru? Begini Kata Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin.

Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin, AKP Ade Papa Rihi
BANJARMASIN, klikkalsel – Fenomena kekerasan terhadap anak khususnya pelajar belakangan makin santer terjadi di mana-mana.
Terbitnya Undang-Undang UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dianggap memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut.
Namun di satu sisi terbitnya UU tersebut memunculkan kekhawatiran di kalangan pendidik yang merasa tersandera dan dapat terkriminalisasi terkait pemberian sanksi terhadap anak didiknya.
Kondisi faktual di lapangan kini mulai terlihat, seorang guru akhirnya mengambil jalan aman agar tak dipusingkan dengan dampak yang akan terjadi jik melakukan hal-hal yang dianggap melakukan kekerasan terhadap anak didiknya dengan membiarkan atau “cuek” terhadap perilaku peserta didiknya yang kurang sopan atau beretika kurang baik.
Di sini lain ia harus bertanggungjawab atas perilaku peserta didiknya, dan di sisi lain ia merasa takut terkena masalah hukum yang akan menimpanya.
Namun ujar Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin, AKP Ade Papa Rihi, tidak ada yang harus merasa terancam dengan kehadiran UU tersebut.
Menurutnya, bila berbicara melalui kacamata hukum, banyak terdapat instrumen yang juga melindungi guru atau para pendidik dalam menjalankan tugasnya.
Kondisi faktual di lapangan kini mulai terlihat, seorang guru akhirnya mengambil jalan aman agar tak dipusingkan dengan dampak yang akan terjadi jika ia melakukan hal-hal yang dianggap melakukan kekerasan terhadap anak didiknya dengan membiarkan atau “cuek” terhadap perilaku peserta didiknya yang kurang sopan atau beretika kurang baik.
Di sini lain ia harus bertanggungjawab atas perilaku peserta didiknya, dan di sisi lain ia merasa takut terkena masalah hukum yang akan menimpanya.
Ia mencontohkan Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan bahwa “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas.
“Perlindungan itu mencakup perlakukan diskriminatif, intimidasi dan lainnya. Jadi tidak semudah itu mengkriminalisasi guru,” ujar Kasat saat ditemui klikkalsel.com, Kamis (14/11/2019).
Untuk itu ujar kasat, dalam berbagai kegiatan pertemuan dengan guru, ia menyampaikan kepada guru untuk tidak merasa risau atau tersandera.
Namun, ia pun selalu mengingatkan kepada guru dalam memberikan sanksi untuk tidak melakukan kontak fisik atau psikis terhadap peserta sidik yang melanggar aturan.
Ia berharap guru dapat mencarikan sanksi yang dapat memotivasi, menumbuhkan kreatifitas, membentuk fisik, yang sesuai dengan kesalahan hingga tidakan tegas seperti skorsing.
“Misalnya sanksi membentuk fisik. Siswa yang melanggar diminta lari, namun lari itu adalah lari terukur misal cuma keliling lapangan satu kali dan tetap dalam pengawasan,” ujarnya.
Atau ujar Kasat Sanksi membentuk kreatifitas dengan cara pemberian hukuman mengecat pagar atau menanam bunga di sekolah. Hal tersebut ujarnya secara tak langsung menumbuhkan jiwa kreatif dalam pribadi siswa. (david)
Editor : Akhmad

Tinggalkan Balasan