BANJARMASIN, klikkalsel.com – Inspektorat Kota Banjarmasin kembali menggelar Sosialisasi Antikorupsi, Survei Penilaian Integritas (SPI) sekaligus Forum Group Discussion (FGD) terkait penyusunan Risk Register Fraud di lingkup pemerintah kota Banjarmasin, di Kantor Satpol PP Banjarmasin.
Sosialisasi antikorupsi SKPD ini di isi narasumber dari Kepala Diskominfotik Banjarmasin Windiasti Kartika dan Kepala BKD Diklat, Totok Agus Daryono, selaku penyuluh antikorupsi (Paksi) Pertama bersertifikasi LSP-KPK.
Peserta sosialisasi dan FGD tersebut diberikan pemahaman mendalam soal faktor penyebab terjadinya benih-benih tindakan korupsi dan pelanggaran kode etik, mengingat Satuan Polisi Pamong Praja merupakan salah satu SKPD pelayanan dan penegakan perda di masyarakat yang rentan disusupi perilaku korupsi.
Windiasti Kartika menyinggung soal kurangnya empati dan kejujuran masyarakat dalam bertindak yang membuka celah terjadinya korupsi. Terlebih, menurutnya perilaku korupsi yang berkembang saat ini sangat kian beragam.
“Perilaku kurang jujur ini sangat sulit diperbaiki kalau dibiarkan terus menerus, kalau seperti itu bagaimana budaya korupsi ingin kita berantas,” terangnya.
“Pencegahan harus dimulai dari hal-hal dasar. Korupsi fasilitas jabatan seperti kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi misalnya. Ini harus jadi upaya kita untuk memulai budaya antikorupsi sejak dini,” tambahnya.
Baca Juga : Pemko Banjarmasin Himpun Potensi Remaja dan Anak-anak melalui Kampung Pemuda
Baca Juga : Ketua Dewan Kalsel Siap Bawa Surat Rakyat ke Pusat, Ribuan Demonstran Bubar dengan Tertib
Windi juga mengatakan bahwa, korupsi secara tidak langsung dapat menghalangi tujuan bernegara. Untuk itu lah saat ini Indonesia masih tidak bisa menjadi negara yang maju karena budaya korupsi ini masih mendarah daging.
“Dengan tidak adanya korupsi, pembangunan infrastruktur dapat lancar dan merata, pembangunan di masyarakat terutama di sektor pendidikan akan maju. Begitu pula sektor kesehatan dan pelayanan publik pun akan berjalan lebih baik,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya penerapan nilai antikorupsi dan integritas di lingkungan pemerintahan. Karena tiga indikator utama yakni SPI, IPAK dan IPK merupakan faktor dalam keberhasilan pemberantasan korupsi yang menyentuh seluruh elemen baik dari penilaian internal SKPD, masyarakat serta lembaga independen yang ditunjuk membantu jalannya validasi.
“Informasi yang kita dapatkan indeks perilaku Antikorupsi Indonesia itu kian menurun, dari 3,92 di tahun 2023 menjadi 3,85 di tahun 2024,” ungkapnya.
“Jika semakin turun mendekati angka nol artinya persepsi masyarakat tentang tidak apa-apa melakukan korupsi. Hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,” pungkasnya.
Untuk yang dilakukan saat ini, ia mengharapkan adanya upaya untuk mengubah pola pikir dan budaya korupsi, karena hal itu merupakan langkah dan poros utama yang harus dibiasakan.
“Saat ini tinggal bagaimana mengubah budaya korupsi itu sendiri, atas kesadaran diri sendiri, sehingga upaya-upaya inilah yang dapat meningkatkan indeks persepsi masyarakat kita,” pungkasnya.(fachrul)
Editor: Amran





