BANJARMASIN, klikkalsel.com – Sidang lanjutan kedua perkara Nomor 144 PHP.KOT-XIX/2022 yang dilaporkan pihak Pasangan Calon (Paslon) Ananda – Mushaffa Zakir di Mahkamah Konstitusi (MK) kembali digulirkan, pada Jumat 21 Mei 2021 lalu.
Laporan perkara tersebut, pihak pemohon yakni Paslon nomor urut 04, Ananda – Mushaffa Zakir, melaporkan dugaan tindakan kecurangan saat pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di 3 kelurahan di Banjarmasin Selatan pada Rabu (28/4/2021) lalu.
Menanggapi hasil sidang tersebut, tim hukum Paslon nomor urut 02 Ibnu Sina – Arifin Noor, yang diketuai M Imam Satria Jati, mulai angkat bicara, yang mana menurutnya berdasarkan jawaban dari pihak termohon yakni KPU Kota Banjarmasin, pihaknya menilai bahwa KPU Kota Banjarmasin melaksanakan penyelenggaraan PSU sesuai amanah putusan MK sebelumnya.
“Kami menilai KPU sudah melaksanakan PSU sesuai dengan peraturan-peraturan perundang undangan yang berlaku serta telah melaksanakan imbauan dari KPU RI dan Pencemartan dari Bawaslu Kota Banjarmasin dalam pelaksanaannya,” ujarnya, Senin (24/5/2021).
Menurutnya juga dalam pelaksanaan PSU tersebut tingkat partisi pemilih meningkat drastis. Perbedaan jumlah pemilih yang memberikan hak suaranya pada Pemilu 9 Desember 2020 lalu di lokasi PSU yang hanya berjumlah 14.955 suara sah meningkat meningkat menjadi 17.799 suara sah saat PSU.
“Fakta ini membuktikan Pihak KPU Kota Banjarmasin telah melakukan sosialisasi di setiap kelurahan wilayah PSU dan telah melakukan pembagian Undangan pemilih di wilayah PSU secara maksimal,” tuturnya.
Selain itu KPU Banjarmasin telah melaksanakan amar putusan MK untuk mengganti petugas KPPS lama dengan KPPS yang baru dalam pelaksanaan PSU. Sehingga, tuduhan yang dialamatkan ke KPU Banjarmasin sesungguhnya tidak benar dan telah dibuktikan oleh KPU Kota Banjarmasin dalam persidangan MK.
Kemudian berdasarkan laporan pelaksanaan pengawasan oleh Bawaslu Banjarmasin, pihak pemohon yang terbukti telah melakukan pelanggaran pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Banjarmasin Tahun 2020, serta adanya pelanggaran dugaan money politik yang telah dilaporkan Tim Hukum Ibnu-Arifin.
“Meskipun proses ini terhenti karena pihak terlapor tidak mau hadir dalam proses klarifikasi, dugaan pelanggaraan yang dilaksanakan Bawaslu Banjarmasin. Namun dugaan money politik massif tersebut secara nyata dapat dilihat dengan meningkatnya secara sangat signifikan perolehan suara Pihak Pemohon pada PSU,” tegasnya.
“Dalam rangkaian peristiwa hukum serta fakta hukum pada proses pelaksanaan PSU ini, kami menilai argumentasi hukum pemohon dalam permohonannya bersifat falasi dan kontradiktif yang menyebutkan telah terjadi pelanggaran pelaksanaan PSU dan adanya dugaan pelanggaran money politik. Dalil-dalil tersebut tidak memiliki logika hukum dan terdapat ketidaksesuaian dengan fakta,” lanjutnta.
Lalu menurutnya dugaan pelanggaran yang dituduhkan ke pihak terkait tidak terbukti di Bawaslu Banjarmasin.
“Dalam pelaksanaan PSU kami hanya mendapatkan 4.619 suara dan menang hanya di 7 TPS sedangkan pemohon unggul 11.769 suara di 73 TPS. Sehingga terhadap dalil yang menyatakan adanya pelanggaran di beberapa TPS, ini menggambarkan dalil pemohon yang tidak berlogika atas perolehan suara didapatkan oleh Pemohon dan menang di TPS yang dipermasalahkan,” jelasnya.
Berdasarkan fakta tersebut adanya selisih suara sebesar 3,45 persen antara Pemohon dengan pihak Ibnu-Arifin sebagai pihak Terkait, yang tentunya permohonan pemohon di MK tidaklah Memenuhi syarat ambang batas sebagaimana ketentuan pasal 158 ayat (2) huruf c Undang Undang Pemilihan.
“Menurut kami Mahkamah sudah semestinya menyatakan Pemohon tidak mempunyai kedudukan Hukum atau legal Standing,” pungkasnya.(fachrul)
Editor : Amran