Tidak Bayar Hutang Apakah Bisa Dipidana?, Begini Penjelasan Hukumnya

Dekan FH Uniska Dr Afif Khalid

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Permasalahan hutang piutang yang tidak dibayar jika disebabkan oleh ketidakmampuan dalam melaksanakan kewajiban, maka merupakan perkara perdata yang dapat dilakukan ganti rugi ke pengadilan karena termasuk dalam wanprestasi.

Hal tersebut diungkapkan Dr Afif Khalid selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan (FH Uniska) di Banjarmasin kepada klikkalsel.com

“Jika hutang piutang karena ketidakmampuan membayar maka disebut Wanprestasi dan tidak mudah untuk dipidana. Namun, jika berbentuk penipuan maka dapat dipidanakan,” ujarnya, Rabu (22/11/2023).

Dijelaskan Afiif, hutang piutang dilakukan oleh dua pihak sebagai peminjam dan sebagai pemberi hutang. Keduanya melakukan suatu perjanjian hutang yang tertulis di dalam kertas untuk saling mengikat.

Akan tetapi, apabila telah terjadi sesuatu yang melanggar perjanjian antara dua belah pihak, lalu peminjam mangkir bayar hutang dan pemberi hutang melaporkan ke pihak berwajib maka bisa diproses sesuai hukum.

“Namun, hutang piutang masuk ke dalam kategori hukum perdata yang mana membuat pihak peminjam tidak bisa dengan mudah dipidanakan,” ungkapnya.

“Lalu dapat berubah menjadi hukum pidana jika dilakukan dengan kebohongan atau penipuan. Sehingga, peminjam dapat membuat laporan ke polisi tentang tindak pidana penipuan,” sambungnya.

Baca Juga : Hutang Piutang Dalam Ajaran Islam

Baca Juga : Ditagih Hutang Malah Keluarkan Mandau

Adapun dasar hukum tindak pidana penipuan itu diatur dalam Pasal 378 KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.

“Karena itu, sebelum terjadinya hutang piutang, pihak yang melakukanya wajib membuat suatu perjanjian di atas kertas sesuai kesepakatan bersama,” jelasnya.

Kemudian, kata Afif, perjanjian tersebut juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian agar dapat berlaku dan mengikat seperti dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

“Sehingga jika terjadi konflik di kemudian hari, perjanjian tersebut dapat dijadikan sebagai bukti yang kuat kalau terjadinya suatu permasalahan hukum,” tuturnya.

“Hal ini sesuai yang tertuang di dalam Pasal 1320 KUHPerdata,” tambahnya.

Menurut Afif, persoalan hutang piutang yang sering terjadi saat ini kebanyakan tentang dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan.

Permasalahan itu sudah masuk ke kategori hukum pidana karena berkemungkinan terdapat perbuatan dengan niat jahat yang memenuhi unsur pada Pasal 372 KUHP tentang penggelapan atau unsur-unsur Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Lebih lanjut, kata Afif, terdapat perbedaan substansi dari tindak pidana penggelapan atau penipuan dengan lalai dalam membayar utang yang merupakan hukum perdata.

“Namun, agar dapat diproses secara pidana maka harus ditemukan adanya perbuatan dan niat jahat dari si peminjam yang dengan sengaja tidak membayar hutangnya,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi