BANJARMASIN, klikkalsel.com – Sudah menjadi tradisi umat islam di Indonesia, setiap memasuki 10 Muharram hampir setiap wilayah di lingkungan masyarakat bergotong royong memasak Bubur Asyura.
Tradisi tersebut dapat ditemui di sejumlah wilayah, termasuk Kalimantan Selatan, khususnya di Kota Banjarmasin.
Hampir setiap wilayah di Lima Kecamatan Kota Banjarmasin pada 10 Muharram banyak warga bergotong royong membuat Bubur Asyura.
Diantaranya, seperti di wilayah Jalan Banua Anyar, Kelurahan Banua Anyar, Kecamatan Banjarmasin Timur, terdapat beberapa warga berkumpul di depan rumah warga bersama-sama untuk memasak Bubur Asyura, Jumat (28/7/2023).
Tradisi tersebut bertujuan sebagai wujud rasa syukur umat muslim kepada Allah SWT dengan memasak Bubur Asyura dalam panci besar pada 10 Muharram yang kemudian dibagikan kepada warga sekitar.
Baca JugaĀ Rindam VI Mulawarman Dukung Pendakian Nasional Back To Meratus Mapala Uniska Banjarmasin
Baca JugaĀ Haul Syekh Surgi Mufti ke-97, Jemaah Lebih Banyak di Banding Tahun Sebelumnya
Abdul Hamid (37), Warga Banua Anyar RT 7 mengatakan, masyarakat Kota Banjarmasin yang terkenal dengan nilai-nilai keagamaan dan tradisi memasak Bubur Asyura sendiri merupakan suatu hal yang tidak boleh dilupakan pada momen 10 Muharram.
“Ini sudah menjadi tradisi turun temurun bagi keluarga kami, H Ahmad Radi setiap tahunnya bersama warga bergotong royong memasak bubur Asyura pada 10 Muharram,” ujarnya.
Proses memasaknya dilakukan di tempat Umum dengan porsi yang besar dengan 41 macam campuran sayuran serta kacang-kacangan dari hasil swadaya masyarakat.
Kemudian, Bubur Asyura nantinya akan dibawa pulang ke rumah masing-masing serta dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Tahun ini, kata Abdul Hamid pembuatan bubur Asyura di RT 7 Banua Anyar lebih banyak dibanding tahun lalu.
“Tahun ini kita memasak 40 Liter dan lebih banyak dibanding tahun kemarin yang hanya 30 liter saja,” ungkapnya.
Hal ini, kata Abdul Hamid juga meneruskan kebiasaan almarhum orangtuanya yang setiap tahun bersama warga bergotong royong memasak Bubur Asyura.
“Meneruskan kebiasaan almarhum orangtua untuk saling berbagi di momen ini setiap tahun,” imbuhnya.
Menurutnya, bahan-bahan untuk melaksanakan tradisi membuat Bubur Asyura di setiap wilayah boleh saja berbeda.
Namun, ada satu yang membuatnya sama, yaitu menjadi sarana dalam mempererat silaturahmi antar masyarakat.
Bahkan, kata dia, kalau dulu memasaknya masih menggunakan tungku di samping rumah dan menggunakan kuali besar yang diaduk bersamaan 2 sampai 3 orang.
Akan tetapi seiring perkembangan zaman memasak bubur kini terbilang lebih mudah karena menggunakan kompor gas.
“Kalau dulu harus menjaga kondisi api dengan kayu, sekarang pakai gas apinya lebih merata,” tuturnya.
Diketahui, awal mula tradisi pembuatan Bubur Asyura ini berasal dari cerita Nabi Nuh as, nabi yang dikenal membuat bahtera atau perahu besar untuk menghindari banjir bandang.
Kala itu, para pengikut Nabi Nur as mengadu sedang dalam keadaan lapar dan sementara itu bekal mereka sudah habis.
Maka Nabi Nuh as memerintahkan mereka untuk membawa sisa perbekalan yang mereka miliki.
Diantaranya terdapat beberapa sisa makanan yang kemudian Nabi Nuh as memasak semuanya dalam satu masakan sehingga jadilah makanan sejenis bubur. (airlangga)
Editor: Abadi





