Hingga, akhirnya pada tahun 1950 sebanyak 8 gereja di Banjarmasin membentuk Perkumpulan Gereja-Gereja, dari kalangan penganut Kristen Protestan dan Katolik untuk menjadi pengelola lokasi pemakanan tersebut.
“Agar lebih kuat, pada 1985 para petinggi gereja juga sepakat membentuk badan hukum bernama Yayasan Sejahtera Abadi untuk memanfaatkan dan meminta izin secara penuh menggunakannya kepada pemerintah,” jelasnya.
Bahkan, kata dia perkumpulan gereja-gereja tersebut juga mengelola sejumlah lokasi pemakaman. Diantaranya di Kota Amuntai, Kota Kandangan yang kini berubah menjadi Lapangan Tenis Tumpang Talu.
“Lalu lahan yang dibebaskan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menjadi Terminal Barabai. Terakhir, kuburan Belanda ada di Guntung Payung, Banjarbaru, sebelum akhirnya didirikan Asrama Haji Banjarbaru,” terangnya.
Kemudian, pembongkaran Kuburan Kamboja itu dimulai sejak era Walikota Banjarmasin periode 1971-1973 yang dipimpin Riduan Iman, dengan persyaratan pemakaman baru bagi warga Nasrani itu harus berada tidak boleh lebih dari 30 kilometer dari Kota Banjarmasin.
Namun, hal tersebut baru terealisasikan di era Walikota Sadjoko yang menjabat pada tahun 1989-1999 yang dimotori 8 gereja.
“Walhasil pada November 1993, selama jangka waktu dua pekan, semua pusara khas arsitektur gotik dan lainnya, dipindahkan dari Kuburan Kamboja ke Pulau Beruang, Jalan Ahmad Yani Kilometer 21, Banjarbaru,” pungkasnya.(airlangga)
Editor: Abadi