“Seiring dengan itu, mulai lah warga pribumi dan pendatang dari Indonesia Timur bisa bermakam di Kuburan Kamboja,” jelasnya.
“Jadi, kala itu tidak lagi dikubur di kawasan Puskesmas Cempaka, tetapi sudah bisa berdampingan dengan makam orang-orang Eropa. Saking banyaknya warga Kristen dan Katolik yang dimakamkan di Pekuburan Kamboja, akhirnya areal peristirahatan terakhir itu pun melebar hingga ke Jalan Simpang Teluk Dalam,” sambungnya.
Kemudian, pada tanggal 27 Desember 1949 seiring pengakuan Ratu Belanda Juliana dalam sebuah sidang di Istana Amsterdam atas kemerdekaan Indonesia, saat penyerahan kedaulatan (soevenereiniteit soverdracht) di hadapan delegasi Republik Indonesia Serikat (RIS) yang waktu itu pimpinan Perdana Menterinya adalah Mohammd Hatta. Aset-aset milik Belanda beralih tangan menjadi milik Indonesia. Termasuk kompleks Pekuburan Kamboja atau Nieuw Kerkhof yang dulunya luasnya lebih dari 4 hektar.
“Dimana mengelola pekuburan Nasrani di pusat kota di Jalan Anang Adenansi itu berdasar Staatblad 121 tentang Ordernering, Nieuw Kerkhof atau Pekuburan Kamboja diserahkan ke ahli waris warga keturunan Belanda di Banjarmasin,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan, Koridor Nieuw Kerkhof itu juga mencakup kawasan Puskesmas Cempaka, hingga ke gedung bekas Bank Panin, dan berbatasan dengan Kampung Teluk Dalam.
“Termasuk, kawasan pekuburan itu membentang hingga lahan yang kini berdiri Masjid Al Jihad dan Pasar Teluk Dalam. Tentu saja, termasuk kompleks Pekuburan Kamboja atau Nieuw Kerkhof yang dulunya luasnya lebih dari 4 hektar itu,” ungkapnya lagi.
Baca Juga : Wakapolda Kalsel Berikan Arahan Mitigasi Perilaku Menyimpang kepada Anggota
Baca Juga : Cegah Kekerasan Oleh Personel, Wakapolda Kalsel Berikan Pengarahan Mitigasi