Semangat Perda Minol untuk Mengurangi Peredaran Miras

BANJARMASIN, klikkalsel – Munculnya opini miring terkait pelegalan hypermarket dan supermarket berjualan minuman beralkohol (Minol) atau minuman keras (Miras), langsung direaksi anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Banjarmasin.

Menurut anggota Bapemperda DPRD Banjarmasin Matnor Ali, tidak tepat adanya penggodokan Raperda revisi Perda tentang Retribusi Tempat Penjualan Minol, untuk melegalkan hypermarket dan supermarket mengecer miras.

Dipastikannya, regulasi retribusi izin tempat penjualan minol yang dibahas dewan bersama Pemko Banjarmasin tersebut, untuk menekan peredaran Miras di Banjarmasin bukan untuk mengejar PAD.

“Produk hukum itu bukan kejar PAD, walaupun itu sifatnya retribusi. Semangat pembentukan perda yang belum diparipurnakan tersebut, muaranya untuk memperkecil tempat penjualan minol yang tertera di Perda No 10/2017 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penjualan Minol,” ujar dia, kepada wartawan, di dewan Banjarmasin, Rabu (17/7/2019)

Sedangkan, sebut dia, legalitas hypermarket dan supermarket boleh jualan miras, karena aturan hukum diatasnya yang memperbolehkan. Yakni Pepres No 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minol, serta Permendag No25/2019 tentang Perubahan Keenam Permendag No 20/2014 tentang Peredaran Minol.

“Perpres ini berlaku di seluruh Indonesia, kemudian turunannya yakni Permendag, yang mengizinkan hypermarket dan supermarket jualan miras,” cetusnya.

“Tetapi dewan Banjarmasin memikirkan kalau tak dibuat dan tak diatur. Maka penjualan miras jadi bebas,” katanya lagi.

Nah, karena peraturan pusat mengizinkan untuk mengatur peredaran minol, disesuikan dengan kondisi daerah. Sehingga, ditentukan jarak dan waktu sesuai ketentuan Perda wasdal (Perda No.10/2017).

“Makanya dibuat ada jarak dan durasi waktu untuk bisa berjualan. Sesuai ketentuan Perda wasdal, tidak boleh dekat tempat ibadah dan sekolah, kemudian durasi jualan cuma satu jam, atau dari jam 23.00-24.00, ” kata dia.

Matnor Ali yakin di Banjarmasin tidak ada toko modern jenis hypermarket dan supermarket yang buka sampai jam tersebut. “Jam 9 atau 10 malam saja sudah tutup,” imbuhnya.

Kemudian, kata dia, Perda retribusi izin juga nantinya mencantumkan tarif sebesar Rp200 juta pertahun, kepada hypermarket dan supermarket yang ingin hanya dapat izin ecer miras golongan A (minol kadar etanol hanya sampai 5 persen).

Dulu saja, kata dia, pengusaha minol banyak yang merasa berat dan memilih tak memperpanjang izin, karena tarif retribusi tempat dijadikan Rp100 juta untuk dua tahun. Apalagi, cetusnya, dengan Perda retribusi yang sekarang, di mana nilainya dinaikan dua kali lipat menjadi Rp200 juta pertahun.

“Sudah waktu berjualan pendek ditambah nilai retribusi besar. Jadi secara logika, tidak ada keinginan pengusaha hypermarket dan supermarket untuk menjual minol di Banjarmasin,” ujar dia.

Dengan begitu, tempat tersebut menjadi ilegal jika masih nekat mengedarkan miras, sehingga memudahkan penindakan dari instansi terkait, yakni Satpol PP Banjarmasin untuk memberikan sanksi.

“Lalu perda yang dibentuk dewan bersama pemko bisa menjadi senjata untuk mengurangi orang jualan minol,” katanya.

Sekali lagi, tekan dia, Perda tersebut tidak ada Semangat untuk menarik PAD, melainkan justru mengurungi peredaran minol, yang tak sesuai ketentuan. Dan supaya tahu, kata dia, saat ini retribusi minol nihil, karena tak ada pengusaha minol yang membayar perpanjangan izin.

Wdemikian, bukan berarti Pemko Banjarmasin mengharapkan PAD dari retribusi minol. “Kalau toh ada ada juga, uangnya tak digunakan untuk pembangunan, tapi untuk pengawasan dan pengendalian minol itu sendiri,” sebutnya.

Malah, kata dia, untuk mengurangi peredaran miras pihaknya berencana merevisi Perda Wasdal, mengingat ada wacana hanya mengizinkan penjualan miras di hotel bintang 4 dan 5, disamping hypermarket dan supermarket, karena perintah undang-undang. Sedangkan tempat hiburan, seperti karoeke, pub, diskotik, restoran, cafe dan sejenisnya dilarang sama sekali menyediakan miras.

“Jika tak diatur melalui Perda, khawatirnya ada orang jual miras merajelela mau siang dan malam, dulu tak diatur sekarang diatur. Itu aja tujuan kita. Niat sama dengan warga Banjarmasin untuk mengurangi beredarmiras di luar ketentuan yang ada,” sebutnya.

Matnor Ali juga mendesak, Satpol PP Banjarmasin bertindak tegas dan jangan tutup mata menegakan Perda Minol. Karena tajam tidaknya produk hukum daerah ada di Satpol PP, selaku eksekutor. (farid)

Editor : Amran

Berikut pertimbangan Bapemperda, mengatur peredaran miras di Banjarmasin;

1. Keppres no.3 tahun 1997 ttg miras dibatalkan oleh mahkamah agung. Dan sempat terjadi kekosongan hukum.

2. Kemudian terbit perpres 74 tahun 2013 ttg pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol.

3. Di dlm pasal 7 ayat (1) perpres dimaksud disebutkan minol gol a, b dan c dapat dijual di hotel, bar dan restoran, kemudian di ayat (3) utk minol gol a dpt dijual di toko pengecer.

4. Di dlm pasal 7 ayat (4) disebutkan bahwa pemda dapat melakukan pembatasan peredaran minol (ini yg dijadikan celah utk bisa mengatur pembatasan di perda no 10 tahun 2017 ttg dalwas minol)

5. Ketentuan lebih lanjut perpres dimaksud diatur lbh lanjut dgn peraturan menteri (pasal 9)

6. Sebagai aturan pelaksana dr perpres terbit permendag 20 thn 2014, dan terjadi 6x perubahan. Terakhir no 25 thb 2019.

7. Pasal 14 dr permendag tsb kembali menyebutkan tempat2 yg boleh menjual minol. Bahkan di ayat (4) dibunyikan minimarket, supermarket dan hypermarket.

8.kemudian terbit perubahan permendag di tahun 2015 yg mencoret minimarket sebagai tempat yg diperbolehkan menjual.

9. Perda harus harmonis dgn ketentuan peruu dan turunan yg menjadi amanatnya. Sehingga tidak boleh melanggar ketentuan dimaksud yg secara rinci diatur dlm permendag. Tidak harmonis, maka perda dapat ditolak.

10. Permendag menyebutkan dengan jelas tempat yg boleh menjual tanpa mengatur batasan.

Namun pansus yg membahas raperda dalwas memakai celah di pasal 7 ayat (4) perpres 74 utk melakukan pembatasan.
Di dalam perpres tidak dijelaskan bagaimana pemda dpt melakukan pembatasan, sehingga bisa menjadi celah menjadikan perda dalwas sebagai instrumen yg membatasi peredaran minol dan tanpa menggunakan tema “pelarangan” yg dilarang oleh pusat.

11. Akhirnya lahir ketentuan perda dalwas sangat sulit utk dipenuhi, salah satunya ketentuan jarak 1km dr sekolah dan tempat ibadah, kemudian utk pengecer di hypermaet dan supermarket diberikan jam berjualan dr jam 23.00- 24.00 ( hnya 1 jam).

12. Raperda yg baru difinalisasi tidak berbicara mengenai boleh atau tidak, hanya penyelelarasan thd perda pengaturan. Retribusi dengan pengaturan memiliko domain yg berbeda.

13. Jika tidak diatur retribusinya. Maka yg terjadi adalah pengusaha ttp berhak mengurus izib tanpa ada kewajiban membayar retribusi.

14. Kesimpulannya, kedua perda ini dikonsep untuk bisa membatasi peredaran minol tanpa harus tertabrak regulasi pusat.

Tambahan, pembahasan perda dalwas dilakukan dgn rembuk bersama tokoh2 dan perwakilan organisasi keagamaan. Dan disepakati solusinya dgn melakukan pembatasan ketat.

Tinggalkan Balasan