MARTAPURA, klikkalsel.com – Masyarakat Kalimantan Selatan (Kalsel) akrab dengan istilah “sanja kuning,” sebutan untuk momen peralihan dari siang ke malam saat langit diwarnai cahaya jingga. Namun, di balik keindahannya, sanja kuning menyimpan kuatnya kepercayaan mistis, mulai dari aktivitas makhluk tak kasat mata hingga praktik pelepasan “wisa” (racun gaib) yang diyakini dapat menyerang manusia.
Antropolog dan Peneliti Kalsel, Achmad Rafieq, menjelaskan bahwa fenomena sanja kuning ini memiliki akar budaya Austronesia yang tersebar dari Pasifik hingga Asia Tenggara.
“Orang dahulu itu peka dengan tanda-tanda alam. Dulu, ketika saya masih kecil, orang tua melarang keluar rumah saat sanja kuning karena dipercaya sebagai waktu bagi orang yang membuang racun gaib,” ujar akademisi Universitas Lambung Mangkurat ini kepada klikkalsel.com.
Baca Juga Karyawan Ritel Modern di Banjarmasin Diserang Pria Bersenjata, Modus Numpang Ke Toilet
Baca Juga Kedapatan Simpan Senjata Api Rakitan Tanpa Izin, Pria Asal Balangan Diringkus Polisi
Lebih lanjut, Rafieq mengungkapkan bahwa masyarakat zaman dahulu mempercayai peralihan antara terang dan gelap sebagai masa kritis yang sebaiknya dihindari.
“Munculnya fenomena sanja kuning dianggap sebagai pertanda adanya sesuatu yang berbeda dari biasanya, termasuk aktivitas makhluk gaib yang sangat ganas,” beber Ketua Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Kalsel ini.
Dalam kepercayaan masyarakat setempat, selain manusia, diyakini pula keberadaan entitas lain seperti makhluk gaib dan roh-roh yang mendiami bumi. Entitas-entitas ini dipercaya memiliki sifat beragam, dari yang baik hingga yang jahat.
“Secara ilmiah, cahaya senja itu sama saja. Namun, mengapa warna jingga kemerahan menjelang Magrib dianggap berbeda? Secara kimiawi, ada anggapan komposisi udara saat itu buruk karena aktivitas pelepasan racun. Orang dahulu tidak perlu menjelaskan secara rinci, tetapi yang jelas, dulu jika terjadi sanja kuning, pasti ada orang yang terkena ‘Pulasit’ (penyakit mistis, red),” jelas Rafieq.
Rafieq mengaku tidak mengetahui secara pasti sejak kapan budaya sanja kuning ini berawal. Namun, ia meyakini tradisi ini telah ada jauh sebelum berdirinya Kerajaan Nagara Daha dan Nagara Dipa.
Budaya ini, menurutnya, masih eksis hingga saat ini dan dipercayai oleh sebagian masyarakat di Kalimantan Selatan, terutama di wilayah Pahuluan hingga Banjarmasin. (Mada)
Editor: Abadi