BANJARMASIN, klikkalsel.com – Ritual Badewa. Sebuah prosesi pengobatan tradisional yang dipercaya mampu menyembuhkan penyakit yang berkaitan dengan gangguan roh halus, santet (parang maya), palasit, hingga penyakit yang tak kunjung ditemukan obatnya secara medis.
Nasrullah, Antropolog dan dosen Jurusan Pendidikan Sosiologi FKIP ULM menjelaskan, Ritual Badewa bukan sekadar upacara, tetapi sebuah keyakinan turun-temurun yang telah hidup ratusan tahun. Upacara ini berlangsung sedikitnya tiga malam berturut-turut, bahkan dalam beberapa kasus dapat mencapai 40 malam, tergantung berat-ringannya penyakit yang diderita seseorang.
âBadewa bukan sekadar pengobatan, tetapi juga mekanisme sosial yang memperkuat mental pasien dan keluarganya. Kehadiran tokoh adat, iringan musik, dan kepercayaan terhadap leluhur memberikan sugesti kuat yang berdampak pada kondisi psikologis pasien,â jelasnya, Sabtu (6/12/2025).
Nasrullah menuturkan bahwa dalam masyarakat tradisional seperti Bakumpai, penyakit kerap dipahami bukan hanya sebagai gangguan fisik, tetapi juga gangguan spiritual. Karena itu, proses penyembuhan tak hanya menyasar tubuh, tetapi juga jiwa dan hubungan manusia dengan dunia tak kasatmata.
Badewa atau yang juga dikenal sebagai Manyanggar Lebu, biasanya diiringi tetabuhan gamelan, gong, sarun, hingga alat musik tradisional lain. Namun beberapa kelompok juga melakukannya tanpa alat musik.
Rangkaian ritual dilakukan dengan memanggil âsahabatâ atau sekutu gaib dari seorang Tabit (tabib). Roh itulah yang dipercaya akan merasuk ke dalam tubuh Tabit untuk melakukan penyembuhan.
Prosesnya terdiri dari beberapa tahapan, di antaranya Batatabur pemanggilan roh leluhur. Bawayang pertunjukan wayang sakral. Batuping pertunjukan topeng Batuyang ritual ayunan dan Bamandui prosesi mandi ritual
Selain itu, disiapkan pula 41 macam sesajian seperti beras kuning, kemenyan, mayang pinang, minyak likat, kelapa, hingga piduduk (campuran beras, gula merah, telur, dan kelapa).
Dalam tradisi lisan masyarakat Bakumpai, Badewa muncul jauh sebelum Islam masuk ke kawasan Barito Kuala (Batola). Berawal dari sebuah keluarga yang berusaha menyembuhkan anggotanya menggunakan ramuan hutan, namun gagal.

Baca Juga :Â Kukuhkan Pengurus se Indonesia, Kerukunan Keluarga Bakumpai Siap Perkuat Jaringan Hingga Internasional
Baca Juga :Â KKB se-Indonesia Ziarah ke Makam Tokoh Nasional Warga Bakumpai
Dalam kepasrahan, mereka memanggil para Dewa dan roh nenek moyang. Salah seorang keluarga pun kesurupan, mengambil daun sawang, lalu mengurut tubuh si sakit hingga mengeluarkan benda-benda gaib seperti potongan kaca dan paku.
âKesembuhan itu menyebar ke berbagai penjuru, dan sejak saat itu Badewa dilakukan sebagai bentuk pengobatan alternatif,â imbuhnya.
Nasrullah menegaskan bahwa Badewa bukan sarana untuk mencelakai orang lain, meski dalam sejarahnya dianggap mampu melawan santet. Fokus utama Badewa tetap pada penyembuhan dan menolak bala.
âBertahan hingga hari ini adalah nilai solidaritasnya. Ritual ini mempertemukan keluarga, tetangga, dan komunitas dalam satu ruang spiritual. Mereka bersama-sama mendoakan kesembuhan, saling menguatkan,â ungkapnya.
Meski semakin jarang ditemukan di wilayah perkotaan, tradisi Badewa masih rutin dilaksanakan di beberapa wilayah Bakumpai.
Masyarakat percaya ritual ini tidak hanya untuk mengusir roh jahat, tetapi juga sebagai pembersihan kampung (manenga lebu) sekaligus bentuk pelestarian kearifan lokal.
Di tengah modernisasi dan dominasi pengobatan medis, ritual Badewa mulai menghadapi tantangan. Generasi muda banyak yang tidak lagi terlibat langsung. Namun Nasrullah menilai pelestarian tradisi ini harus dilakukan dengan pendekatan budaya, bukan hanya romantisasi sejarah.
âBadewa adalah bagian identitas suku Bakumpai. Ia harus dilihat sebagai warisan budaya, bukan sekadar praktik mistik. Tantangan kita adalah mendokumentasikan, meneliti, dan melestarikannya secara bijak tanpa menghilangkan nilai-nilai dasar masyarakat,â ujarnya.
Meski pelaksanaannya makin jarang, Badewa tetap menjadi ritual yang dihormati. Ia bukan hanya prosesi penyembuhan, tetapi juga simbol hubungan manusia dengan leluhurnya, simbol kekuatan komunitas, serta wujud kearifan lokal yang masih bertahan hingga kini.
âDan selama masyarakat Bakumpai masih percaya bahwa penyembuhan tak hanya milik dunia medis, maka nyala ritual Badewa akan tetap hidup di pinggir Sungai Barito dan menjadi saksi peradaban yang tak pernah benar-benar hilang,â pungkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi





