BANJARMASIN, klikkalsel.com – Tanggal 17 Mei sekilas mengingatkan tentang para pejuang di Kalimantan yang kala itu menyatakan bahwa Kalimantan adalah bagian tidak terpisahkan dari Republik Indonesia.
Peristiwa bersejarah itu dikenal sebagai momen Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan atau Proklamasi 17 Mei 1949 sebagai reaksi adanya Perjanjian Linggarjati.
Perjanjian Linggarjati sendiri adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk membahas status kemerdekaan Indonesia.
Salah satu isi perjanjian tersebut yaitu mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia hanya pulau Jawa, Sumatera, dan Madura. Hal inilah yang kemudian membuat para pejuang di Kalimantan melakukan proklamasi 17 Mei 1949 untuk menyatakan bahwa Kalimantan adalah bagian dari Indonesia.
Dijelaskan Masnyur, Dosen sejarah Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Nilai terdalam dari proklamasi 17 Mei 1949 itu adalah suatu keinginan integrasi nasional atau integrasi bangsa.
“Di sini tidak diragukan lagi jiwa nasionalis para pejuang ALRI Divisi IV,” ujarnya, Rabu (17/5/2023).
Dalam musyawarah selanjutnya diadakan di Ambutun yang kemungkinan untuk membentuk pemerintahan sendiri dan dipimpin oleh seorang Gubernur Tentara.
“Rapat diadakan di sebuah rumah antara kampung Ambutun dan Telaga Langsat. Pada rapat itu Maxim Le Miaty (P.Arya) ditugaskan membuat surat kepada delegasi pemerintah RI di Jakarta dan laporan kepada MPK Divisi IV di Jawa, tanpa mengetahui bahwa jabatan Gubernur Kalimantan dan MPK ALRI Divisi IV telah dibubarkan,” ceritanya.
“Laporan itu berisi tentang pembentukan pemerintahan darurat dan kepada pemerintah Republik diminta untuk mengakui ALRI Divisi IV sebagai pejuang RI dan gerilyanya sebagai gerilya RI, dan juga diusulkan supaya RI mengusahakan supaya tentara KNIL dan KL (Koninklijke Leger) ditarik dari Kalimantan Selatan,” sambungnya.
Dalam setiap peristiwa penting dalam kancah perang gerilya Ibnu Hadjar selalu setia mengawal Hasan Basry. Hingga pada tanggal 15 Mei 1949 dalam sebuah rapat berhasil merumuskan struktur pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.
Baca Juga Sejarah Dimulainya Pembangunan Infrastruktur Kota Banjarmasin
Baca Juga Jelujur Massal Kain Sasirangan Ukir Sejarah Peradaban Bangsa Indonesia dengan Pecahkan Rekor LEPRID
Kemudian, kata Mansyur, kala itu Gusti Aman mengusulkan agar pembentukan pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV itu dalam bentuk satu Proklamasi 17 Mei.
“Penyusunan Teks awalnya ditugaskan kepada Maxim Le Miaty (P.Arya-Munir) kemudian disempurnakan lagi bersama. Agar lebih keras lagi isinya sebagai kalimat penutup, H.Aberanie Sulaiman menambahkan kata-kata: ‘Dan jika perlu diperjuangkan sampai tetesan darah yang penghabisan’,” jelasnya.
Konsep asli, kala itu kata Mansyur ditulis dengan huruf-huruf balok dengan menggunakan tinta merah.
Konsep asli ini disimpan oleh Gusti Aman dan hilang ketika Gusti Aman ditahan oleh gerombolan Ibnu Hadjar.
“Konsep itu ditandatangani kemudian oleh Pimpinan Umum Hasan Basry dan dianggap sebagai lembaran yang asli,” tuturnya
Adapun hasil Rapat di kota Ambarawa (Telaga Langsat) itu kata Mansyur memutuskan beberapa keputusan diantaranya.
Memproklamasikan Pemerintah Gubernur Tentara guna mengatasi masalah politik, tata pemerintahan dan masyarakat.
Mengatur ekonomi dengan mendirikan koperasi-koperasi dan koperasi terpusat dengan tujuan merubah struktur ekonomi kolonial ke perekonomian revolusioner.
Menembus tirai besi NICA agar perjuangan di Kalimantan dapat didengar dan di ketahui oleh Republik Indonesia dan dunia.
“Kala itu Hulu Sungai sudah tidak menjadi persoalan lagi, karena seluruhnya dapat dikatakan sudah dapat dikuasai sepenuhnya,” imbuhnya.
Kemudian, Hulu Sungai dijadikan modal perjuangan selanjutnya bagi daerah-daerah lain. Kota-kota yang diduduki Belanda diblokade sehingga bahan makanan dan bahan-bahan yang dihasilkan rakyat tidak masuk kota.
“Yang masih mengalir ke kota-kota saat itu hanyalah barang-barang impor yang dilakukan Belanda. Pasar-pasar menjadi sepi dan sebagian besar toko-toko menutup pintu. Sebagian besar penduduk kota mengungsi ke luar kota, menetap di daerah yang dikuasai ALRI. Di kampung-kampung dan di hutan-hutan, kemudian dibuka pasar-pasar baru guna menampung hasil rakyat,” jelasnya.
“Bahan makanan dan lain-lain mengalir ke pasar-pasar baru dan jual beli dilakukan dengan mata uang sementara yang dikeluarkan oleh ALRI (Uang ALRI),” tambahnya.
Dari modal kekuatan dan kekuasaan inilah yang menambah keyakinan dan dorongan untuk menyempurnakan langkah-langkah perjuangan. Serta dengan modal itu pula dicetuskan sebuah proklamasi menurut program hasil musyawarah Markas Besar ALRI Divisi IV.
Lebih lanjut kata Mansyur, pada malam hari tanggal 15 ke 16 Mei 1949 selesailah teks proklamasi itu dan diketik oleh Romansi, sekitar pukul 10.00 Wita, dibuatlah proses verbal mengenai musyawarah dan laporan rumusannya yang ditandatangani oleh H.Aberanie Sulaiman, Budhigawis, Maxim Le Miaty dan Romansi.
Pada hari itu pula Gusti Aman, Maxim dan Hasnan Basuki ditugaskan untuk membawa dokumen itu kepada Pimpinan Umum Hasan Basry di Niih.
“Tempat dimana Hassan Basry berada hanya diketahui oleh Hasnan Basuki,” jelasnyam
Hingga sekitar pukul 17.00 Wita, pada 16 Mei itu, rumah persembunyian Hasnan Basuki dapat ditemukan di Jambu Hulu, di rumah Guru Idar.
Hingga pada esok harinya mereka berangkat pada tanggal 17 Mei 1949 ke Hulu Banyu, melewati Lumpangi, Batantangan dan baru tiba pada sore harinya menjelang magrib di Niih.
Selanjutnya rombongan bertemu dengan Pimpinan Umum Hasan Basry dan ajudannya Tobelo di Niih. Rombongan menyerahkan dokumen kepada Pimpinan Umum.
Setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Umum, barulah proklamasi 17 Mei ditandatangani oleh Hasan Basry sebagai Gubernur Tentara.
“Proklamasi 17 Mei tersebut kemudian dibacakan oleh Pimpinan Umum dalam suatu upacara di Mandapai yang dihadiri oleh pasukan penggempur, anggota Markas Pangkalan terdekat dan masyarakat setempat. Berita proklamasi ini disebarkan dalam bentuk pamflet ke seluruh daerah.
Dengan mengingat proses pembentukannya, maupun isi dari teks proklamasi 17 Mei 1949, maka nyatalah bahwa dasar dan tujuan proklamasi itu adalah menyatakan kebulatan hati rakyat untuk merealisasikan kekuasaan Republik Indonesia di Kalimantan Selatan berlandaskan Proklamasi 17 Agustus 1945.
“Gerilya rakyat di Kalimantan Selatan yang dipelopori oleh ALRI Divisi IV itu ternyata mampu menghidupkan desa-desa Republik dan kecamatan Republik dengan mengusir atau membekukan alat kekuasaan Belanda di tempat tersebut,” tuturnya.
Proklamasi 17 Mei juga bermakna bentuk pemerintahan yang sesuai dengan situasi perjuangan adalah pemerintahan militer dengan pimpinan Gubernur Tentara.
Supaya rakyat benar-benar menyadari bahwa pemerintahan Belanda adalah pemerintahan pendudukan asing yang harus dibasmi, karena rakyat sudah mempunyai pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat dan kemerdekaan.
“Adanya pimpinan perjuangan berbentuk pemerintahan yang dipimpin oleh Gubernur Tentara ALRI Divisi IV, lebih meyakinkan rakyat akan berlakunya peraturan atau tertib hukum, tertib ekonomi, kejujuran dan keadilan, sebagaimana lazimnya dalam suatu pemerintahan,” terangnya.
“Dengan demikian isu-isu tentang selalu dipergunakan kekerasan oleh kaum gerilya dapat dihindarkan,” tambahnya.
Proklamasi 17 Mei juga merupakan protes sekaligus pembangkangan terhadap pembentukan daerah otonom Kalimantan Tenggara dan Banjar yang terbentuk sebelumnya.
“Pemerintahan Gubernur Tentara ini kemudian ternyata berhasil menjadi daerah otonom Banjar dan Kalimantan Tenggara hanya berkuasa di atas kertas,” puangkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi