Polisi Tetapkan Pimpinan Salah Satu Ponpes di Martapura Sebagai Tersangka Pelecehan, Korban Puluhan Santri

Kanit PPA Satreskrim Polres Banjar, Ipda Anwar saat dikonfirmasi awak media. (Mada)

MARTAPURA, klikkalsel.com – Akhirnya Polisi buka suara tentang kasus pencabulan yang terjadi di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) Kabupaten Banjar.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Banjar, Ipda Anwar saat didatangi awak media pada, Rabu (15/01/2025) mengungkapkan jika pelaku MR (42) telah ditahan oleh pihaknya, dan ditetapkan sebagai tersangka.

Anwar menerangkan, jika pihaknya menerima laporan dari salah seorang mantan santri pada 11 Januari 2025 lalu.

Berawal dari laporan tersebut, polisi langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan dan pengumpulan bahan keterangan.

“Dari laporan tersebut kami langsung mengumpulkan baket (bahan keterangan, red) ke dalam Pondok Pesantren, dan di sana mendapatkan satu saksi yang membenarkan cerita dari pelapor,” ujarnya mewakili Kasat Reskrim Polres Banjar, AKP Bara Maha Putra.

Selain itu, ia menerangkan jika sampai saat ini ada 5 orang korban yang telah melaporkan kejadian tersebut ke pada pihaknya.

“Dari pengakuan pelaku, dirinya telah melakukan aksi tersebut seingatnya kepada 20 orang sejak 2019 lalu. Bahkan korban yang melaporkan ke kami sudah ada yang dewasa saat ini, karena korban ada yang mengalami kejadian ini pada 2022 lalu,” ungkapnya.

Baca Juga : Pimpinan Pondok Pesantren di Kabupaten Banjar Diduga Lecehkan Puluhan Santrinya

Baca Juga : Oknum Pejabat Pemprov Kalsel Diduga Lecehkan Nakes Saat Terapi di Rumah Sakit

Di hadapan penyidik, MR mengaku juga pernah mengalami hal serupa seperti yang dia lakukan kepada para saksinya.

“Untuk motifnya adalah ritual membuang sial. Bahkan ada iming-iming hingga paksaan kepada para pelaku agar tidak melapor dengan ancaman akan dilaporkan balik,” bebernya.

Dalam perkara ini, polisi menjerat pelaku dengan pasal 28 Undang-undang perlindungan anak dengan ancaman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda Rp 5 miliar. (Mada)

Editor: Abadi