MARTAPURA, klikkalsel.com – Masjid Agung Jami Al Karomah merupakan sebuah cagar budaya dan juga menjadi salah satu tempat bersejarah yang ada di Kota Martapura, Kabupaten Banjar.
Berdirinya masjid ini tentu memiliki sejarah dibaliknya, dan bagaimana proses terbangunnya masjid yang menjadi tempat pusat peribadatan bagi masyarakat Kabupaten Banjar.
KH. Muhammad Afif atau yang akrab disapa Datu Landak memiliki peran penting dalam pembangunan Masjid Al Karomah yang berlangsung pada 10 Rajab 1315H atau 5 Desember 1897 M, yang didirikan oleh 3 orang panitia pembanguan, diantaranyam HM. Taher atau Datu Kaya, HM. Nasir dan Datu Landak.
Pembangunan masjid Alkaromah sendiri sebelumnya berdiri di Desa Pesayangan atau depan Pondok Pesantren Darussalam Martapura, namun dibakar oleh Belanda yang melakukan penjajahan di Bumi Lambung Mangkurat pada saat itu.
Hingga pada 1280H atau 1863M, masyarakat Martapura ingin masjid Al Karomah kembali dibangun, dengan lebih besar dan berletak ditempatnya saat ini.
Baca Juga Sejarah Syekh Muhammad Afif Mendapat Gelar Datu Landak
Baca Juga Masjid Al Jihad Banjarmasin Sediakan 1.725 Porsi Berbuka Puasa Setiap Hari
Hingga Datu Landak, dipercaya untuk mencari 4 batang tiang dari kayu kayu besi atau akrab disebut ulin yang besar dan tinggi sebagai tiang bangunan yang akan didirikan.
Dijelaskan oleh Buyut dari Datu Landak, Muhammad Ilmi (70) jika Datu Landak mengetahui keberadaan kayu-kayu ulin tersebut ketika mengejar seseorang yang telah membunuh istrinya yang bernama Safura yang merupakan anak dari Mufti H. Muhammad Arsyad (Keramat Pagatan, Tanah Bumbu).
“Istri Datu Landak ini sangat cantik, jadi banyak yang suka, namun karena beliau memilih Datu Landak jadi ada yang sakit hati dan membunuhnya,” ucap lelaki yang akrab disapa Om Imi.
Datu Landak pada saat itu, menurut Imi tengah melaksanakan amalannya yang diberikan oleh sang ayah selepas sholat subuh berupa dzikir yang membuat dirinya asyik dan tidak sadar dengan sekitar.
Pasca berdzikir, semua orang ribut melihat jasat sang istri yang sudah tidak bernyawa. Maka dari itu, ujar Ilmi, Datu Landak mengejar orang tersbeut hingga ke tengah pedalaman hutan Kalimantan yang rimbun.
“Di antara Kalimantan Tengah dan Timur,” ucapnya.
Datu landak yang mencari pembunuh istrinya tersebut saat di tengah pedalaman hutan bertemu dengan masyarakat pedalaman yang berniat jahat dengannya, para penghuni hutan Kalimantan yang bersenjatakan sumpit, tombak, dan senjata tajam lainnya tersebut diarahkan ke arah Datu Landak.
“Namun karena Datu kada (tidak, red) mau melawan, jadi beliau membiarkan saja apa yang dilakukan oleh orang pedalaman tersebut, hingga tangan beliau keduanya diikat ke dua batang pohon ulin yang sangat besar,” ucapnya.
Imi menjelaskan, dari seluruh senjata yang dipegang orang pedalaman tersebut, semuanya diarahkan ke Datu Landak, karena sudah sangat membahayakan, KH. Muhammad Afif atau Datu Landak melakukan perlawanan dengan menarik tali yang mengikat tangannya.
Dengan izin Allah, dua batang pohon yang mengikatnya tersbeut langsung tumbang hingga membuat orang-orang yang menyaksikannya terkejut.
“Kemudian Datu Landak diserang, dan beliau ambil satu persatu orang itu, lalu beliau lemparkan ke langit hingga tidak diketahui jatuhnya,” ucapnya sambil menyontohkan.
Karena kesaktiannya, Datu Landak kemudian ditantang oleh Kepala Suku pedalaman untuk melakukan tanding kekuatan. Pertarungan tersebut ujarnya terjadi sangat lama, bahkan seperti superhero, loncat sangat tinggi dan juga menghilang dalam sekejap.
“Namun dalam pertarungan itu, Datu Landak memain-mainkan saja kepala suku,” ucapnya.
Hingga saat itu, kepala suku pedalaman tersebut mengakui kekalahannya, dan mengangkat Datu Landak menjadi pemimpin bagi mereka.
“Lama beliau di sana, bahkan keluarga kita sampai mengira beliau sudah meninggal dan sempat mehaul,” ucapnya.
Lebih singkat, Om Imi mengatakan, tiba dimana waktu Haul yang diadakan keluarga, tiba-tiba Datu Landak pulang pada saat malam hari dan mengagetkan keluarga.
Menurut ceritanya, Datu Landak datang dengan penampilan yang berbeda dari sebelumnya, dengan pakaian yang sudah tidak karuan seperti orang pedalaman, rambut yang panjang serta kuku dan jenggot serta kumis yang tidak terawat.
“Saat itu terkejut, cuman beliau bilang ini aku Afif, lalu biar tidak membuat ribut masyarakat yang hadir, beliau langsung dimasukkan ke dalam kamar,” ucapnya.
Imi menceritakan, semasa Datu Landak berada di pedalaman hutan Kalimantan tersebut, dia telah menandai beberapa pohon yang kuat dan besar. Bahkan pohon tersebut menurutnya mengeluarkan cahaya pada saat itu.
Tiba dimana pembuatan Masjdi Al Karomah, Datu Landak bersama 2 orang lainnya dipercaya untuk mencari pohon besar untuk mencari tiang masjid.
“Karena datu sudah mengetahui letaknya, beliau langsung berjalan untuk mengambil pohon tersbeut,” ucapnya.
Setibanya di tempat tersebut, KH. Muhammad Afif bersama dengan 2 orang temannya langsung mengambil pohon dan menghanyutkannya di sungai, hingga ke aliran sungai Martapura.
“Dihanyutkan, bukan ditarik lalu menjadi sungai Martapura, sungai itu sudah ada sejak awal. Cerita ini saya dapat dari ayah saya, dan ayah saya dari ayahnya kemudian sampai ke Datu,” tegasnya.
Sesampainya kayu tersebut, kemudian dibangunlah Masjid Al Karomah pada hari Minggu 1897H pukul 08.00 Wita, dengan struktur pada saat itu eratap sirap, dan dinding dan lantai dari papan kayu ulin.
Saat ini Masjid Al Karomah telah direnovasi, namun bangunan awal tetap dipertahankan di bagian dalam.
Masjid yang dapat menampung 10 ribu jamaah ini selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat, bahkan menurut cerita, jika bisa memeluk salah satu dari keempat tiang yang ada di Masjid Al Karomah, maka akan mendapatkan kebaikan dan hajadnya bisa cepat terkabul.
Salah satunya adalah Mahrufah, dimana datang dari Pengaron ke Martapura selain untuk berziarah dan juga berbelanja, ia menyempatkan diri untuk memeluk tiang tersebut.
“Katanya bisa bisa memeluk tiang ini hingga terpeluk semuanya bisa berangkat haji dan terkabul hajatnya,” ucapnya singkat. (Mada Al Madani)
Editor: Abadi