Mitos Tunggul Ulin Sungai Banyiur : Dihuni Pengeran hingga Buaya Putih dan Ular Kuning

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Mungkin menjadi budaya orang jaman dulu meletakan atau memasang kain kuning disuatu tempat yang dianggap keramat. Bahkan tradisi ini masih berlangsung hingga sekarang.

Misalnya di kawasan Jalan Ampera di Kampung Banyiur Luar RT14, Kelurahan Basirih, Banjarmasin Barat. Tumpukan kain kuning menggantung di sebuah pendopo pada kayu ulin di tepian Sungai Banyiur.

Warga menyebutnya tunggul kuning. Konon katannya ditunggul tersebut dihuni seorang pangeran yang masih keturunan dengan kerajaan Candi di Amuntai.

Wartawan klikkalsel.com mencoba menelusuri kisahnya dan menemui salah seorang bernama Abdul Hamid (69), juru kunci tempat yang dianggap keramat tersebut.

Diceritakannya di tepian sungai Banyiur dulunya berdiri sebuah tiang dari kayu Ulin dimana letaknya berada di tepi sungai dan kebanyakan saat itu tunggul kayu ulin untuk mengikat tali kelotok perahu mesin milik warga sekitar.

Entah kenapa salah seorang warga sekitar membangun pendopo untuk kayu ulin dan meletakan kain kuning di bagian tengahnnya.

“Alasannya kala itu si warga tersebut hajatnya terkabul dan membangunkan sebuah pendopo agar bisa disinggahi,” katanya, Jumat (5/2/2021).

Tak hanya itu Hamid juga mengisahkan cerita yang berbau mistis dimana tunggul tersebut dihuni seorang pangeran yang berasal dari kerajaan Amuntai.

“Jika keduluran (Bahasa Banjar) yang artinnya kebetulan sosok pangeran tersebut akan menampakkan diri kepada orang yang datang maupun kepada warga sekitar,” ucapnya.

Bahkan cerita Hamid yang tak kalah menariknya, dulu ada seorang perempuan muda yang bernama Idah dan tinggal di sekitar tunggul dan sering mengalami kesurupan.

Parahnnya wanita muda tersebut menderita selama dua tahun lamannya. Dan setelah diobati oleh orang pintar, ternyata saat perempuan tersebut mengalami kesurupan dirinya ingin diajak menjadi istri pangeran dan menetap di alam goib.

“Jika kamu menjadi istri saya akan hadiahkan sekotak permata dan tinggal di alam saya,” ucap Hamid yang menceritakan pengalaman perempuan itu.

Pengakuan Hamid, orang yang memasang kain ke tunggul kebanyakan adalah orang luar kota. Ada yang dari Martapura, Kabupaten Banjar, kawasan hulu sungai antara lain Tanjung, Amuntai dan Rantau bahkan dari luar provinsi macam Sampit, Kalteng. Juga pernah dari Surabaya
.
“Tiap harinnya ada saja yang datang ke sini,dan bukan dari warga sekitar ” ujar Kakek Umbil, sapaan Hamid.

Sekarang kondisi Tunggul Kuning dari kayu ulin sudah tak terlihat lagi sebab ratusan balut kain kuning yang menghiasi dan melilit seluruh tunggul.

Mitos yang berkembang dari cerita warga sekitar dikisahkan Juwita salah seorang warga yang tak jauh bermukim dari lokasi.

Tunggul Kuning sebagai tempat tinggal makluk halus menyerupai satu ekor buaya putih dan ular berkulit kuning.

“Kata orang tua saya, ada seorang warga yang ditemui oleh makhlus halus itu lewat mimpi. Mereka minta untuk memasang kain kuning di tunggul itu,” pungkasnya.

Meskipun berbagai kisah akan tetapi warga sekitar tak merasa terganggu olehnya. (azka)

Editor : Akhmad

Tinggalkan Balasan