Tidak hanya warga Desa Paau saja sebagai penyelenggara, namun desa sekitar juga ikut serta dalam kegiatan tersebut.
“Upacara ini biasanya dilaksanakan pasca panen warga di malam purnama, dipimpin oleh Tutus atau Zuriat yang diberi amanat untuk melaksanakan upacara sesarahan, dibantu oleh warga secara bergotong royong,” jelasnya.
Berbagi peran, kaum pria biasanya membuat tempat anjungan untuk sesarahan dan para ibu membuat kue dari ketan dengan berbagai macam bentuk menyerupai binatang dan lain sebagainya yang di anggap sebagai lambang kesejahteraan dalam kehidupan warga setempat.
“Upacara sesarahan dipersiapkan saat senja hari dan puncaknya ketika malam hari di tempat rumah balai Batubalian, dan ketika kegiatan upacara Sesarahan Hutan berlangsung, terdapat beberapa larangan yang tidak boleh di langgar,” ujarnya.
Najmianor menambahkan, kesadaran masyarakat desa akan kekayaan alam yang mereka miliki membuat masyarakat desa memiliki beberapa organisasi lainnya seperti Bumdes dan Karang Taruna.
“Tentu semua organisasi yang dimiliki oleh Desa Paau ini tentunya memiliki peran masing-masing untuk membantu Pemerintah Desa memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat setempat dan wisatawan yang datang berkunjung,” katanya.
Dengan adanya organisasi tersebut, Kades berharap dapat saling berkesinambungan untuk mengenalkan kekayaan alam dalam bentuk pariwisata desa, sehingga lebih cepat diterima oleh masyarakat luar.
“dan diharapkan bisa menjadi sebuah contoh bagi desa lain untuk mengenalkan kekayaan alam desa yang mereka miliki secara lebih terstruktur dengan baik,” pungkasnya. (dilah/Artikel: Muhammad Yanuar Iqbal)
Editor: Abadi