Mengurai Sejarah Kanal dan Jalan Ulin: Transformasi Kota Banjarmasin dari Era Kolonial hingga Kini

Kanal kecil di depan pemukiman penduduk di sepanjang jalan darat Banjarmasin tahun 1930-an (sumber: Mansyur/KITLV)

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Banjarmasin adalah kota yang sejak lama dikenal sebagai ‘Kota Seribu Sungai’ dan memiliki sejarah panjang dalam pengembangan kanal serta jaringan transportasi daratnya.

Mansyur, Sejarawan dan juga Dosen Sejarah di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menceritakan, dari catatan sejarah, pengembangan Banjarmasin sebagai kota kanal dimulai sejak 1898 di bawah kepemimpinan Residen Kroesen.

“Dalam rentang waktu hingga 1920-an, muncul perencanaan kota yang dirancang oleh Ir. Karsten. Meski tidak terealisasi sepenuhnya, rencana itu telah melahirkan sepuluh kanal utama di pusat kota,” ujarnya, Selasa (11/2/2025).

Saat ini, kanal-kanal tersebut masih dikenal dengan berbagai nama seperti Kanal Raden, Kanal Jalan Sutoyo, Kanal Jalan Veteran, Kanal Jalan A Yani, Kanal Pirih, Kanal Benteng/Masjid Raya, Kanal Pangambangan, Kanal Jalan Mulawarman atau Jalan Jafri Zam Zam, Kanal Awang, dan Kanal Bilu.

“Kanal Jalan A Yani, misalnya, merupakan kanal dengan tipe ganda yang mengapit jalan raya dan berfungsi sebagai jalur transportasi serta drainase kota, menghubungkan wilayah Banjarmasin Tengah, Timur, dan Selatan dengan Sungai Martapura,” jelasnya.

“Kanal-kanal ini dahulu menjadi nadi kehidupan masyarakat Banjarmasin. Dulu, masyarakat sangat bergantung pada kanal sebagai jalur utama transportasi, perdagangan, dan bahkan interaksi sosial,” sambungnya.

Selain kanal, Pemerintah Hindia Belanda juga mulai mengembangkan infrastruktur jalan darat pada era 1930-an. Jalan yang menghubungkan Banjarmasin dengan Martapura dan Hulu Sungai dikenal sebagai Jalan Ulin (kini Jalan A. Yani). Pembangunan jalan ini menjadi alternatif jalur darat selain jalur sungai yang dinilai sempit, rawan longsor, dan sulit dipelihara.

“Pada awalnya, jalan ini hanya berupa jalan pos dengan kondisi yang masih kasar. Namun, seiring berjalannya waktu, mulai dilakukan pelebaran, perbaikan, hingga tahap pengaspalan besar-besaran pada 1938-1939,” jelas Mansur.

Baca Juga : Wirawati Catur Panca Balangan Kunjungi Situs Cagar Budaya Rumah Batu di Muara Ninian, Lestarikan Warisan Sejarah

Baca Juga : Status Darurat Sampah, Walikota Minta Warga Pilah Sampah dari Sumbernya

Menariknya, pembangunan jalan ini banyak menggunakan pohon galam sebagai pondasi, terutama di daerah rawa.

“Ini adalah teknik lokal yang cukup efektif di era itu, karena pohon galam terkenal tahan terhadap genangan air dan mampu memperkokoh struktur jalan di tanah yang labil,” tuturnya.

Pada 1970-an, di era Masterplan Pelita I, nama Jalan Ulin mulai berubah menjadi Jalan A. Yani. Kawasan ini pun berkembang pesat menjadi pusat aktivitas ekonomi, terutama di kilometer satu, yang dulunya menjadi terminal bus antar kota dan pusat perdagangan rakyat.

Pemukiman penduduk disepanjang kanal di Banjarmasin tahun 1930-an (Sumber:Mansyur/KITLV)

Namun, perkembangan kota yang semakin berorientasi pada transportasi darat menyebabkan perubahan besar pada kanal-kanal di Banjarmasin.

Sejak 1981-1985 dalam Masterplan Pelita III, kanal mulai mengalami penyempitan akibat pelebaran jalan dan pembangunan jembatan.

Mansur juga menyoroti bahwa orientasi pembangunan yang lebih mengutamakan jalur darat tanpa mempertimbangkan karakteristik kota sungai turut menggerus identitas asli Banjarmasin.

“Seharusnya ada keseimbangan dalam pembangunan. Kota ini punya sejarah panjang sebagai kota sungai, tapi sekarang banyak kanal yang tertutup dan terabaikan,” jelasnya.

Saat ini, meskipun kanal Oelin atau A. Yani masih ada, ukurannya telah jauh menyusut dibandingkan awal pembangunannya. Masyarakat lebih memilih transportasi darat dibanding perahu, ditambah dengan makin baiknya infrastruktur jalan yang tersedia.

“Dulu, kanal adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, tapi sekarang banyak generasi muda yang bahkan tidak tahu bahwa Banjarmasin punya sejarah sebagai kota kanal,” pungkasnya.(airlangga)

Editor : Amran