JAKARTA, klikkalsel.com – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) turut menganalisa musabab banjir yang melanda Kalimantan Selatan (Kalsel). Selain faktor cuaca dengan curah hujan yang tinggi, LAPAN juga menyentil penurunan luasan hutan juga penyebab banjir.
Hasil analisa curah hujan dengan data satelit Himawari-8, menunjukkan bahwa liputan awan penghasil hujan terjadi sejak tanggal 12-13 Januari 2021 dan masih berlangsung hingga tanggal 15 Januari 2021. Curah hujan ini menjadi salah satu penyebab banjir yang melanda Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 13 Januari 2021.
Banjir yang melanda 11 kabupaten/kota mencuri perhatian LAPAN untuk melakukan analisis dari berbagai faktor.
Hasil analisa curah hujan dengan data satelit Himawari-8, menunjukkan bahwa liputan awan penghasil hujan terjadi sejak tanggal 12-13 Januari 2021 dan masih berlangsung hingga tanggal 15 Januari 2021 adalah salah satu penyebab banjir.
Selanjutnya, LAPAN juga menganalisa luas genangan banjir yang terjadi dengan menggunakan data satelit Sentinel.
Hasil perhitungan luas genangan tertinggi terdapat di Kabupaten Barito Kuala dengan luas sekitar 60 ribu hektar, Kabupaten Banjar sekitar 40 ribu hektar, Kabupaten Tanah Laut sekitar 29 ribu hektar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah sekitar 12 ribu Hektar, Kabupaten Hulu Sungai Selatan sekitar 11 ribu hektar, Kabupaten Tapin sekitar 11 ribu hektar, dan Kabupaten Tabalong sekitar 10rb hektar.
Selainnya Kabupaten Balangan, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Hulu Sungai Utara, Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Murung Raya antara 8-10 ribu hektar.
Perubahan penutup lahan di DAS (Daerah Aliran Sungai) Barito juga dipantau LAPAN, selain analisa cuaca dan daerah terdampak. Analisis dilakukan menggunakan data mosaik Landsat untuk mendeteksi penutup lahan tahun 2010 dan 2020.
Pengolahan data dilakukan secara digital menggunakan metode random forest sehingga mampu lebih cepat dalam menganalisis perubahan penutup lahan yang terjadi.
Dalam kurun waktu 10 tahun tersebut ada penurunan luas hutan primer, hutan sekunder, sawah dan semak belukar yaitu masing-masing menurun sebesar 13 ribu hektar, 116 ribu hektar, 146 ribu hektar dan 47 ribu hektar. Sebaliknya, terjadi perluasan area perkebunan yang cukup signifikan sebesar 219 ribu hektar.
Perubahan penutup lahan dalam 10 tahun ini dapat memberikan gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS Barito, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk mendukung upaya mitigasi bencana Di Kalsel.
Penurunan luasan hutan yang terjadi akibat perkebunan kelapa sawit dan pertambangan ditengarai memperparah banjir di Kalsel.
Hal ini sempat dikonfirmasi Najwa Shihab dalam program Mata Najwa secara virtual kepada Sekdaprov Kalsel, Roy Rizali Anwar yang mewakili gubernur Sahbirin Noor, Rabu (21/1/2029) malam. Turut hadir Koordinator Kampanye WALHI yang menyebutkan penurunan luasan hutan menjadi faktor banjir.
Dalam keterangannya, Roy belum berani menarik kesimpulan penurunan hutan primer dan sekunder yang beralih fungsi menjadi lahan perkebunan dan pertambangan menjadi salah satu faktor banjir di Kalsel.
“Kita akan melakukan evaluasi dengan melakukan kajian. Betapa besar apa yang tadi disampaikan WALHI berpengaruh pada kondisi banjir saat ini. Dan itu tidak bisa kita lakukan saat ini karena memerlukan waktu yang cukup untuk itu. Kita akan melibatkan semua profesional dan akademisi terkait untuk melakukan itu, kita akan lakukan evaluasi itu,” ucapnya.
Sementara itu, banjir di Kalsel mengakibatkan 99.361 rumah terendam tersebut di 11 kabupaten/kota, 20 orang korban jiwa, dan 6 orang dinyatakan hilang. Angka itu berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Selatan per update Kamis 21 Januari 2020 pukul 18.00 WITA. (rizqon)
Editor: David