BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kasus dugaan penyalahgunaan dana hibah yang menyeret mantan Ketua dan Bendahara KONI Tabalong, sudah memasuki agenda keterangan saksi ahli dari pihak terdakwa, di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Selasa (13/7/2021).
Dari pantauan klikkalsel.com, majelis hakim dipimpin Moch Yuli Hadi dan didampingi dua hakim anggotanya, sementara kedua terdakwa berada di rutan tanjung dan mengikuti sidang secara daring.
Kedua terdakwa yaitu HM Hilmi Apdanie selaku ketua dan Irwan Wahyudi selaku bendahara, dituduh bersalah. Sebagaimana dalam surat dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jhonson Evendi Tambunan, keduanya dijerat dengan pasal 2 dan 3 Jo pasal UU RI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Terdakwa diduga menyalahgunakan wewenang penyaluran aliran dana hibah sebesar Rp 2,7 miliar, dari total Rp 10,18 miliar sesuai perhitungan audit BPKP.
Penasehat hukum terdakwa, Hilmi Apdanie yaitu Muhammad Fazrin melalui Hidayatullah dalam sidang tersebut menghadir seorang saksi ahli yaitu Fikri Hadin salah satu Dosen di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat yang merupakan ahli di bidang Administrasi Tata negara
Fikri Hadin, seusai persidangan mengatakan, dalam kesaksianya ia diminta untuk memberikan keterangan tentang mekanisme hibah daerah.
“Jadi saya menjelaskan secara normatif, baik dari undang-undang perbendaharaan negara sampai peraturan dalam negeri tentang mekanisme hibah tersebut. Bagaimana proses hibah sampai nanti adanya naskah perjanjian hibah daerah atau NPHB sebagai dasar pencairan dana hibah kepada penerima hibah,” jelasnya kepada klikkalsel.com.
Baca juga: Warga Tabalong Peduli Sampaikan Tuntutan Kerusakan Jalan
.
Kemudian setelah keterangan saksi ahli, penasehat hukum terdakwa juga mengajukan 2 saksi meringankan untuk terdakwa namun, karena alasan masa tahanan akan habis dan seharusnya sudah memasuki agenda putusan. Makan keterangan 2 saksi tersebut hanya diminta oleh majelis hakim berbentuk Legal Opini (tertulis).
Kemudian, untuk mempersingkat waktu, majelis hakim yang dipimpin oleh Moch Yuli Hadi melanjutkan sideng dengan kedua terdakwa untuk saling bersaksi (saksi mahkota) juga sebagai keterangan terdakwa
.Terdakwa, Irwan Wahyu yang menjadi saksi mengatakan dalam kesaksiannya, mengaku bahwa sebagai bendahara ia dinilai tidak aktif dalam tugasnya selama menjabat.
Terkait adanya bantuan hibah Pemerintah Kabupaten Tabalong dari pengajuan proposal Koni Tabalong sebesar 10,8 Miliar dan telah disetujui dengan pencarian secara bertahap.
Ia menjelaskan pencairan tahap pertama sebesar 1 Miliar. dan ia mengambilnya sendiri didampingi dua orang yaitu Husnul dan Lupus.
“Saya ambil 200 Juta dan sisanya diserahkan ke Ketua Koni melalui Husnul dan Lupus,” ucanya.
Ia mengaku uang 200 juta tersebut digunakan sebagai dana taktis, ternyata dana tersebut tidak diakui, hingga sampai saat ini Irwan Wahyu berupaya mengembalikan dana tersebut.
“Sudah saya kembalikan 100 juta dan diserahkan ke ketua, sisanya masih saya upayakan dengan mencicilnya,” terangnya.
Kemudian, ia juga mengaku mengenai Surat Pertanggungjawaban (SPJ) memang ada yang hilang.
“Itu hilang saya mencarinya sudah 6 bulan lamanya tidak ketemu dan sudah melapor ke polsek setempat,” ungkapnya.
Namun, keterang Irwan Wahyuni sebagian dibantah oleh terdakwa Hilmi Apdanie dan menegaskan sebagai bendahara Irwan Wahyu sangat jarang berada di tempat.
Lebih lanjut, Terdakwa Hilmi Apdanie dalam kesaksianya mengatakan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) itu dibuat sebelum inya menjabat sebagai Ketua Koni Tabalong menggantikan ketua sebelumnya.
Kemudian, RAB tersebut diajukan ke Bupati Tabalong dan telah di dikabulkan sebesar 10,18 miliar. Diperuntungkan untuk pembinaan atlet dan keperluan Kejurprov tahun 2017 lalu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Dimana diduga dalam penggunaan dana hibah itu ada dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sekitar Rp 2,7 miliar.
Dugaan dana yang tidak bisa pertanggungjawabkan itu, karena ada yang di mark up dan juga ada diduga fiktif.
Namun, Hilmi Apdanie didalam.persidangan tetap berdalih, Rp 2,7 miliar itu tidak ada laporanya karena masih ada beberapa cabor yang tidak bisa menunjukan SPJ nya.
Bahkan ia mengaku yang membuat laporan bukanlah dirinya dan bendahara melainkan Windi yang bukan bagian dari struktur Koni Tabalong.
“Jadi saat itu anggota Koni kekurangan orang lalu saya bikin tim diluar struktur Koni, lima orang termasuk Windi dan atas inisiatifnya ia yang membikin laporan tapi sudah saya bilang untuk koordinasi dengan bendahara,” dalihnya.
Kwndati demikian, terkait dana yang turun sebesar 1 Miliar diambil oleh Bendahara dan dua orang kepercayaannya itu, ia hanya mengambil 800 juta sebagai dana talangan. Sedangkan 200 juta dibawa bendahara ia mengaku tidak mengetahuinya untuk apa.
Oleh karena itu, Irwan Wahyu selaku bendahara menganti dana tersebut yang sebenarnya digunakan untuk dana taktis untuk Koni Tabalong.
“Uang itu sebagai dana pengganti waktu saya menutupi keuangan Kas Koni Tabalong yang saat itu sudah kosong,” ujarnya.
Ia juga membeberkan dua orang kepercayaannya itu bukanlah orang struktur Koni Tabalong melainkan pegawai kepercayaannya dari perusahaan Konstruksi miliknya pribadi.
“Husnul dan Lupus bukan pegawai Koni tapi pegawai dan orang kepercayaan saya di perusahaan konstruksi milik saya,” tuturnya.
Meskipun begitu, Hilmi Apdanie tidak bisa menjelaskan terkait dana 2,7 miliar tersebut yang membawanya meja hijau saat ini.
Disamping itu, majelis hakim Moch Yuli setelah menerima keterangan para terdakwa pihaknya menunda persidangan hingga, Jumat (23/7/2021) mendatang. Dengan agenda Pembacaan Tuntutan dari pihak JPU.(airlangga)
Editor : Amran