BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh keluarga dekat kembali terjadi di Kota Banjarmasin. Dimana ayah kandung yang semestinya memberikan perlindungan, malam tega merusak kehormatan putrinya sendiri yang baru berusia 12 tahun.
Hal ini diduga dapat menyebabkan anak yang menjadi korban mengalami trauma hingga menghancurkan masa depannya.
Kepada klikkalsel.com, Kepala Subseksi Prapenuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Radityo Wisnu Aji mengaku prihatin dan menyesalkan terjadinya kasus kekerasan seksual tersebut di Kota Banjarmasin.
Radityo Wisnu Aji mengatakan, pelaku kekerasan seksual apalagi yang melakukan adalah keluarga dekat, maka hukuman yang diberikan kepada pelaku pastinya akan semaksimal mungkin atau seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
“Terlebih, hal ini memberikan dampak yang bisa merugikan masa depan korban dan gangguan psikologisnya. Sehingga banyak menimbulkan pertimbangan yang dapat memberatkan hukumannya,” kata pria yang kerap disapa Radityo, Selasa (28/6/2022).
Menurutnya, dari perbuatan pelaku tersebut, memang sudah jelas hukuman maksimal yang dapat diberikan sesuai UU Perlindungan Anak yaitu 15 tahun penjara .
“Pasal 81 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang telah diubah oleh Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-undang,” Jelasnya.
Baca Juga : Bejat! Seorang Pria di Banjarmasin Tega Setubuhi Anak Kandung
Baca Juga : Diduga Bawa Sabu, Pria Asal HSS Diciduk BNNK Tabalong Dihadapan Sang Anak
Namun, perlu digaris bawahi, kata Radityo bahwa pelaku adalah sebagai pendidik di lingkungan terdekat korban, maka pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana, menjadi maksimal 20 tahun penjara.
“Bisa juga divonis pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun,” jelasnya.
Bahkan, jika tindak kekerasan seksual itu menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, atau korban meninggal dunia, maka pelaku dapat dipidana mati atau seumur hidup.
Tidak hanya sampai disitu, perkara seperti ini pelaku juga bisa ditambahkan dengan pidana kebiri yang saat ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 70 tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan kebiri kimia.
“Jadi ada kemungkinan pelaku akan mendapatkan hukuman dengan pidana kebiri,” imbuhnya.
PP itu kata Radityo mengatur tentang pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
“Hukuman kebiri di Indonesia yang diberlakukan kepada pelaku adalah penanganan terapeutik atau semacam pengobatan. Bukan memberikan efek menyakitkan atau penyiksaan,” pungkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi