MARTAPURA, klikkalsel.com – Siapa yang tidak mengenal ulama kharismatik yang memiliki nama Syekh Muhammad Arsad Al Banjari atau yang akrab disebut masyarakat banjar dengan nama Datu Kalampaian.
Syekh Muhammad Arsad adalah anak dari Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah Abu Bakar Al-Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah Syaikh bin Sayid Abdullah Al-’Aidrus bin Sayid Abu Bakar As-Sakran bin Saiyid Abdur Rahman As-Saqaf bin Sayid Muhammad Maula Dawilah Al-’Aidrus. Silsilahnya kemudian sampai pada Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah.
Dari jasanya mengajarkan dan menyempurnakan ajaran agama islam di banua, membuat namanya harum dan dikenang oleh masyarakat, bahkan fotonya banyak terpajang banyak rumah masyarakat, bahkan yang bukan keturunannya sekalipun.
Foto Datu Kelampaya sendiri memiliki berbagai versi wajah, dari yang terlihat gemuk dan juga kurus.
Dijelaskan Ustadz H. Ahmad Daudi yang merupakan keturunan ketujuh dari ulama tanah banjar ini, dari istri Tuan Guat atau Go Hwat Nio putri dari Kapten Kohdok saat ditemui klikkalsel.com di kediamannya yang beralamat di Desa Dalam Pagar Ulu, Kecamatan Martapura Timur beberapa saat lalu.
Ustadz Daudi menjelaskan, bahwa memang banyak versi dari foto Datu Kelampaian, kadang seperti wajah Abah Anang Djazuli Seman, kadang mirip orang arab dan lain sebagainya.
“Itu tergantung si pelukisnya,” ucapnya.
Namun, pihak keluarga Datu Kelampaian tentu menyimpan foto Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari versi yang dibawa dari Museum Leiden Belanda.
Dari cerita Ustadz Daudi, Foto Datu Kelampayan tersebut pertama kali diketahui masyarakat Banjar pada saat dirinya berumur 7 tahun.
“Gambar tersebut dibawa oleh anggota DPR RI dari partai PPP yang berkunjung di museum Leiden dan melihat lalu memotonya dan ditunjukkan kepada ayah saya,” jelasnya.
Pada saat itu, foto yang ditunjukkan oleh anggota DPR RI terdapat tulisan [Tuan Haji Besar Muhammad Arsyad Al Banjari]. Namun foto dari lukisan tersebut hanya menyisakan wajah dan surbannya saja.
Lebih lanjut, pada masa itu lukisan yang ada kemudian diperbanyak dengan cara dilukis ulang menyamakan surban dan juga tekstur wajah. Hingga saat ini, foto Syekh Muhammad Arsyad banyak diperjual belikan dan dibeli masyarakat untuk mengenang jasanya dalam mengembangkan ilmu agama di tanah Banjar.
Semasa hidup, Datu Kelampayan sempat membuat beberapa kitab sebagai rujukan ilmu agama, di anataranya Sabilal Muhtadin, Risalah Ushuluddin, Tuhfatur Raghibin, Kanzul Ma’rifah, Luqthatul ‘ajlan, tentang Faraid (membagi warisan), Falak (ilmu Astronomi), Fatawa Sulayman Kurdi (tentang fatwa sang guru yang berada di Makkah), hingga Kitabun Nikah (yang membahas tentang perkawinan).
Kitab kitab beliau tersebut sampai sekarang masih dijadikan bahan kajian dan pelajaran. Bahkan sebagai bahan pegangan dalam melaksanakan ibadah. Terutama kitab Sabilal Muhtadin. Kita Sabilal Muhtadin ini tersebar luas di Asia Tenggara, bahkan sampai Makkah dan Mesir.
Datu Kelampayan lahir pada 17 Maret 1710M, dan wafat pada usia 102 tahun, atau pada 03 Oktober 1812M dan sesuai dengan amanah alfadil, untuk dimakamkan di Desa Kalampayan Tengah, Kecamatan Astambul yang berjarak 15 KM dari Kota Martapura.
Makam Datu Kelampayan sendiri tidak pernah sepi dari peziarah.(Mada Al Madani)
Editor: Abadi