Fenomena Kotak Kosong, Kegagalan Partai dalam Kaderisasi

Pengamat politik FISIP ULM, DR Andi Tenri Sompa. (foto : istimewa)

BANJARMASIN, klikkalsel- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tapin, resmi menetapkan hanya satu pasangan calon Bupati-Wakil Bupati, yakni HM Ariffin Arpan dan H Syafrudin Noor.

Artinya, sebagai calon tunggal, pasangan yang diusung partai politik ini harus bertarung melawan kotak kosong pada pesta demokrasi yang dihelat 27 Juni 2018 mendatang. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Tapin, namun juga di 19 Kabupaten di Indonesia.

Pengamat politik FISIP ULM, DR Andi Tenri Sompa. (foto : istimewa)

Pengamat politik FISIP ULM, DR Andi Tenri Sompa, Pilkada Tapin bisa dipicu oleh banyak hal. Namun yang paling utama kata dia, kemungkinan kegagalan partai politik dalam hal rekrutmen dan kaderisasi partai politik. Sehingga parpol lebih cenderung melirik calon yang pasti menang.

“Karena gagal mengantarkan kadernya dalam pilkada tentu menjadi torehan yang tidak mereka kehendaki, dan itu rasional bagi parpol dibanding harus kalah di pilkada,” Andi Tenri Sompa, Selasa (13/2/2018).

Jebolan doktor ilmu politik Universitas Indonesia (UI) itu menambahkan, proses kaderisasi bukan hal yang cepat dan instan, sehingga mendukung paslon yang kuat, mau tak mau menjadi pilihan parpol agar dapat ikut terlibat dalam pemerintahan dibanding harus menjadi oposisi.

Pertarungan pasangan HM Ariffin Arpan dan H Syafrudin Noor menuju Pilkada 2018, kata Andi Tenri, agar berbagai pihak bisa bahu membahu untuk mensosialisasikan serta menjelaskan tatacara dan konsekuensi pilkada melawan kotak kosong.

Bisa saja kata dia, sebagian besar masyarakat khususnya pemilih, masih awam dengan hal ini. Ditakutkan masyarakat menilai melawan kotak kosong, paslon bakal pasti menang.

“Padahal belum tentu, dan saat paslon kalah oleh kotak kosong, konsekuensi yang diterima bakal besar bagi daerah tersebut,” jelasnya.

Jika paslon kalah dengan kotak kosong, maka akan terjadi kekosongan kepala daerah yang harus diisi oleh pelaksana tugas. Sehingga, pilkada untuk kepala daerah hanya dapat digelar pada pilkada berikutnya.

“Dan selama kekosongan itu, tentu pembangunan daerah tersebut akan terhambat, karena Plt memiliki keterbatasan dalam kepemimpinannya,” pungkasnya.(david)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan