Eksploitasi Perempuan Dibalik Bisnis Batubara

Poster pementasan teater monolog perempuan dari Datamur

BANJARMASIN, klikkalsel – Kelompok seni yang menamakan Datamur, akan menggelar teater yang menceritakan perjuangan perempuan dibalik maraknya pertambangan batubara.

Gabungan seniman Taman Budaya ini, pada 9 Desember 2017 di Gedung Balairung Sari, Taman Budaya akan memerankan seorang perempuan yang menceritakan perjuangannya dibalik sektor pertambangan di Kalsel. Karena kaum perempuan menjadi kalangan tereksploitasi.

“Teater Menolong. Ya, itulah nantinya yang akan kami persembahkan. Isinya menceritakan dibalik praktik pertambangan ternyata ada kaum hawa yang tereksploitasi,” tutur YS Agus Suseno, Ketua kelompok seni Datamur kepada klikkalsel, Jumat (8.12/2017).

Cerita dibalik maraknya bisnis “emas hitam” di Kalsel ditambahkannya, memicu maraknya warung remang-remang yang tak jauh dari lokasi pertambangan. Bahkan juga bertebaran di jalan yang biasanya dilintasi truk pengangkut batubara.

Poster pementasan teater monolog perempuan dari Datamur.

Mengapa perempuan dikatakan tereksploitasi, karena kata dia, warung remang-remang tersebut mayoritas penjualnya adalah wanita. Naskah teater monolog yang dibawakan adalah karya dari Agus Suseno sendiri yang berjudul Sekelam Malam, Sehitam Batubara.

Naskah ini akan menceritakan perjuangan seorang perempuan yang melawan ketidakadilan, arogansi pengusaha, serta ketidakpedulian pemimpin daerah terhadap rusaknya alam akibat tambang batubara dan kebun sawit.

“Saya rasa, kesenian, khususnya seni teater dapat menjad media perlawanan ketika semuanya sudah bungkam terhadap isu-isu genting seperti pertambangan,” ujar Agus.

Selama ini, diceritakan Agus praktik berkesenian di Kalsel cenderung terlupkan terhadap beragam persoalan kerakyatan yang ada di sekitar.

“Selama aku berkesenian, belum ada yang benar-benar mendengungkan isu-isu pertambangan ini secara terbuka,” ucapnya.

Soal pemeran teater monolog ini, akan diperankan oleh Gusti Desi Citra Wardani dari Sanggar Budaya Kalimantan Selatan. Menurut Citra, membawakan naskah Sekelam Malam, Sehitam Batubara merupakan sebuah tantangan yang sangat menarik.

“Sebagai kaum perempuan, saya juga merasa ikut berperan menyuarakan praktik buruk pengelolaan pertambangan di Kalsel. Lewat pementasan inilah, saya bisa menyuarakannya,” kata alumni mahasiswi Uniska ini.

Selain itu naskah Sekelam Malam, Sehitam Batubara, pada pementasan ini nantinya akan ditampilkan juga naskah karya Agus Suseno berjudul Senja Kala di Sungai Martapura.

“Naskah ini bercerita mengenai peristiwa pasca 65 di Kalimantan Selatan. Saya rasa, banyak orang-orang yang dituding simpatisan PKI melarikan diri ke luar negeri. Padahal, mereka juga berhak merasakan hidup layak,” tandasnya.(baha)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan