Begini Proses Pembuatan Kapur Sirih di Pulau Sugara

PULAU Sugara yang terletak di Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala (Batola) mayoritas penduduknya adalah bercocok tanam. Tak Sedikit pula masyarakat disana juga memanfaatkan sungai untuk menangkap ikan.

Nampak sejumlah ibu rumah tangga mengerjakan proses pembuatan kapur sirih di Pulau Sugara. (foto : azka/klikkalsel)

Di pulau tersebut, juga terkenal dengan pembuatan kapur sirih. Kabarnya, kapur sirih buatan warga Pulau Sugara satu-satunya ada di wilayah Banjarmasin.

Pembuatan kapur sirih di pulau tersebut tepatnya di depan rumah H Kadir, persis di tepian Sungai Barito. Sekelompok ibu rumah tangga paruhbaya dengan duduk bersila berpakian sederhana, mengenakan sarung (tapih) serta kerudung yang terletak di atas kepala sambil asyik dengan aktivitasnya masing-masing.

Ada yang mengaduk adonan kapur sirih yang masih kasar, ada yang mengaduk adonan biar lebih halus dan ada pula mengangkat bahan baku yang berwadahkan kaleng-kaleng bekas minyak goreng ketempat pembakaran dan juga kepenyimpanan.

Bagi masyarakat Banjarmasin, kapur sirih bukah suatu hal yang asing, berbagai mamfaat serta kegunaannya mulai dari bahan perenyah makanan, obat-obatan hingga kecantikan bagi wanita.

Kapur sirih bukanlah terbuat dari bahan batu kapur tetapi terbuat dari cangkang kerang kapah sehingga bisa di konsumsi.

Salah seorang pengusaha di Pulau Sugara H kadir (60), mengaku sudah menggeluti usaha tersebut bersama keluarga sudah lama. Menurutnya, pembuatan kapur sirih tekniknya sangatlah mudah, namun prosesnya saja yang memakan waktu sangat lama.

Pertama, cangkang kerang kapah dibakar kurang lebih 10 hingga 11 jam dengan potongan-potongan kulit kayu. Setelah itu, cangkang didiamkan hingga dingin dan dibuat ke dalam kaleng bekas minyak goreng yang kapasitasnya 25 kg sebagai proses penghancuran.

Dalam proses penghacuran tersebut, ditambahkan H kadir, pertama yang masih berbentuk cangkang kerang diaduk bercampur dengan air serta ditumbuk-tumbuk dengan sebilah besi atau aku keras hingga hancur.

“Ini yang unik, saat proses penghancuran dalam kaleng tersebut cangkang akan mengeluarkan gelembung disertai warna putih susu bak air mendidih, dan berhati-hati jika terkena percikan gelembung tersbut sebab kulit bisa melepuh,” tutur H Kadir.

Setelah hancur barulah tahapan para ibu-ibu memperhalusnya hingga lembut seperti dodol. Dalam proses pengadukan seperti dodol tersebut diperlukan waktu hingga 2 sampai 2,5 jam di satu kaleng tersebut.

Dalam satuharinya satu orang dapat mengerjakan 4 hingga 5 kaleng denga upah sebesar Rp7.000 perkalengnya.

Sedangkan harga 1 kaleng dengan kapasitas 25 kg tersebut dijual dengan harga Rp70 ribu 75 ribu rupiah.

Untuk mendapatkan bahan baku kerang tersebut H kadir harus memesan dari luar Pulau Sugara, seperti didaerah Aluh-aluh, Pelaihari. Kemudian, dijual kewilayah Batola-Banjarmasin, Hulu Sungai hingga sampai ke daerah Kapuas dan Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Kendala Utama yang dirasakan H Kadir adalah bahan baku yang selalu naik, namun harus tetap dibeli kalau tidak usahanya akan terhenti.

“Saat ini bahannya seperti kerang yang kadang naik, mau ngak mau kita harus beli kalau usaha akan tutup,” keluhnya.

Bisa dibilang, hanya di Pulau Sugara pengrajin Kapur sirih dan rata-rata pengrajinan sudah berusia lanjut serta para pewaris yang enggan meneruskan pekerjaan tersebut, mereka lebih memilik pekerjaan lain dari pada menjaga tradisi bahari dalam mengolah kapur sirih.

Belum lagi permasalahan lain pemilik usaha yang kesulitan dalam mendapatkan bahan bakunya atau harga yang kian naik.

Tak menutup kemungkinan Pembuatan Kapur Sirih secara tradisional akan hilang ditelan waktu, satu lagi kearifan lokal punah.(azka)

Editor : Amran

Tinggalkan Balasan