Religi  

Begini Pandangan Islam Terhadap Perayaan Tahun Baru

TAHUN BARU - Perayaan tahun baru masehi dengan kembang api hingga terompet bukan identitas Islam.(net)
TAHUN BARU – Perayaan tahun baru masehi dengan kembang api hingga terompet bukan identitas Islam.(net)

MOMEN pergantian tahun sangat dinanti beberapa kalangan. Kebanyakan dirayakan dengan beraneka macam kegiatan hura-hura, ada yang konvoi tanpa tujuan, pesta, berdua-duaan dengan pacar hingga berujung kemaksiatan.

Malam tahun baru, begitu identik dengan kembang api/petasan, topi kerucut dan meniup terompet kesana kemari di detik-detik pertukaran tahun baru masehi.

Padahal banyak secara tidak sadar, perbuatan dan hal-hal tersebut jauh dari syari’at Islam.
Sebagaimana diketahui, Islam tidak mengenal petasan dan kembang api, apalagi terompet.

Sebab, tradisi membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api berasal dari Cina, umat non-Islam untuk mengusir setan. Hal ini jelas merupakan suatu kepercayaan yang bertentangan dengan aqidah Islam.

Lalu topi tahun baru yang berbentuk kerucut, tidak ada keterkaitan dengan agama Islam. Tahukah kalau topi itu disebut sanbenito, atau dalam bahasa Spanyol disebut sambenito, yang berarti pakaian “tobat” untuk kalangan kristen yang menyimpang dari paham gereja.

Pada perkembangannya, ketika kaum Frank menyerang Spanyol Muslim (Andalusia) di masa Raja Ferdinand dan Ratu Isabela berkuasa di Andalusia.
Topi sanbenito dipaksakan pula kepada kaum Muslimin Andalusia. Sebagai jaminan hidup orang Islam dengan satu syarat, yakni keluar dari Islam atau harus murtad (converso). Jadi topi itu digunakan saat keluar rumah, termasuk ketika akan berpergian kemanapun. Dengan menggunakan sanbenito aman dan tidak dibunuh.

Begitu juga, meniup terompet. Sebab, menjadi ritual kuno untuk mengusir setan. Sementara meniup terompet bagi orang Yahudi dimaknai sebagai gambaran ketika Tuhan menghancurkan dunia. Mereka melakukan ritual meniup terompet ini pada waktu perayaan tahun baru Yahudi, Rosh Hashanah, yang berarti “Hari Raya Terompet” pada tahun baru Taurat.

Di malam tahun baru, masyarakat Yahudi melakukan muhasabah diri dengan meniup shofarot sebuah alat musik jenis trompet. Bunyi Shofarot adalah sama bunyinya dengan terompet kertas.

Meniup menyalakan petasan/kembang api, terompet dan memakai topi kerucut sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah.

Bahkan, Nabi Muhammad SAW menolak usul sahabat menggunakan terompet atau lonceng untuk memanggil umat Islam mendirikan sholat berjamaah. Alasannya, lonceng dipakai kaum nasrani, dan terompet menjadi kebiasaan orang-orang yahudi, sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda yang artinya :
“Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.” (HR Abu Dawud).
Hingga akhirnya, Muhammad SAW memilih adzan atau seruan untuk panggilan melaksanakan sholat. Mukmin yang pertama mengumandangkan adzan adalah Bilal.
Sehingga, perayaan pergantian tahun dengan dibunyikan terompet dan sebagainya bukan identitas Islam. Persoalan ibadah umat Islam punya identitas sendiri, bukan seperti bunyi lonceng, trompet dan seterusnya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan haram hukumnya mengunakan simbol-simbol dan atribut bukan Islam. Tertuang dalam Fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Non-Muslim.

Fatwa ini muncul, karena fenomena karyawan beragama Islam yang diwajibkan perusahaan tempat kerjanya untuk menggunakan atribut atau simbol-simbol non-Muslim, saat momen akhir tahun. Jadi, para pemilik usaha hotel, restoran, supermarket, departemen store dan sebagainya harus menghormati dan melaksanakan fatwa tersebut dan tidak boleh lagi ‘memaksa’ karyawannya yang beragama Islam untuk mengenakan atribut atau simbol keagamaan non-Muslim. (klikkalsel)

Oleh :

H Sukhrowardi, Pengarah Gerakan Indonesia Sholat Subuh Berjamaah. 

Tinggalkan Balasan