BANJARMASIN, klikkalsel.com – Banjarmasin kulukan Kota Seribu Sungai di Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), ironis tergambarkan dengan situasi banjir.
Bukan hanya pemukiman warga yang terendam, beberapa ruas jalan utama digenangi air menyerupai anak sungai.
Faktor utama kondisi ini adalah akibat curah hujan yang cukup tinggi dan pasangnya air laut yang terjadi beberapa hari terakhir. Pun demikian, faktor alam bukan penyebab utama.
Menurut Pengamat Tata Kota, Subhan Syarief mengutarakan, kondisi genangan air Kota Banjarmasin tidak lagi tegolong ‘calap’ sebagaimana yang sempat diucapkan walikota Ibnu Sina menenangkan keluhan warga. Tetapi, menurutnya hal tersebut sudah masuk kategori banjir.
Hal ini bisa dilihat di kawasan Gatot Subroto dalam atau Jalan Mahat Kasan tembus ke Jalan Pramuka. Begitu juga di kawasan Jalan Darma Budi, Banjar Indah, Bumi Mas, Cempaka Putih, Sultan Adam hingga Jalan A Yani.
“Dari beberapa wilayah tadi bisa dilihat genangan airnya sudah hampir selutut orang dewasa dan airnya masuk ke rumah warga. Artinya musibah yang dihadapi Kota Banjarmasin bukan sekedar genangan tapi banjir. Bahkan sepengetahuan saya ini adalah banjir yang tidak pernah terjadi sepanjang perjalanan kota ini,” jelasnya, Sabtu (16/1/2021).
Baca Juga : Update Banjir di Kalsel: 34.636 Jiwa Mengungsi, 15 Meninggal Dunia, 18.536 Hektare Lahan Pertanian Rusak
Banjir sebgaian wilayah di Kota Banjarmasin yang terjadi beberapa hari terakhir ditudingnya karena kebijakan Walikota terdahulu termasuk Ibnu Sina yang masih belum tepat. Sebab hanya terfokus ke aspek drainase lingkungan saja.
Hal ini bisa dilihat masifnya pembangunan dan pembenahan drainase yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin pada Triwulan terakhir Tahun 2020 lalu.
“Drainase model yang ada ini hanyalah salah satu aspek hulunya. Padahal mengatasi limpahan air di kota berkarakter seperti Banjarmasin tidaklah terlalu utama aspek drainase. Saya kira masih tidak tepat kalau hanya drainase,” ujar alumni Doktoral Univeristas Sultan Agung ini.
Padahal, harusnya aspek hilir yang diutamakan untuk identifikasi kondisinya agar dicari jalan keluar sebelum menanggani aspek hulunya.
“Ya, aspek hilir ini sendiri minimal ada tiga hal yang harus dicermati,” ungkapnya.
Pertama kondisi posisi muka air laut dan muka air ketika pasang akibat pengaruh dampak pemanasan global terhadap posisi muka Kota Banjarmasin saat ini.
“Diperkirakan sudah tidak seperti 30 tahun lalu yang hanya minus 16 cm di bawah muka air laut. Bisa saja sudah ada di kisaran minus 30 Cm di bawah muka air laut. Tentu kondisi ini akan sangat berpengaruh bagi tata kelola air yang masuk kota ketika pasang,” beber mantan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi (LPJK) Kalsel itu.
Baca Juga : Banjir di Hulu Sungai Utara Meluas Disejumlah Wilayah
Kedua kondisi jumlah sungai, lebar dan dalamnya serta koneksivitas antar sungai.
“Bila banyak yang mati, menyempit, tidak saling terkoneksi, bahkan adanya pendangkalan akibat endapan. Maka akan memunculkan masalah terkait kemampuan daya sebar dan daya tampung ketika adanya limpahan air di musim hujan dan juga ketika air pasang,” paparnya.
Penyebab ketiga kondisi area resapan yang semakin hilang atau berkurang.
“Ini berdampak area tampung atau persinggahan air yang menjadi tidak ada lagi. Dampaknya air menjadi mencari daerah rendah untuk disinggahi,” jelas arsitek terkenal tersebut.
Dia menyinggung, agar persoalan ‘calap’ dan banjir tidak terulang lagi maka langkah yang dilakukan harus komprehensif, berkesinambungan dan memerlukan dukungan dana yang cukup besar.
“Ya itu tadi dengan mengutamakan dan mengurusi 3 aspek hilir dahulu secara akurat,” ucapnya.
Namun untuk bisa melakukan 3 aspek itu secara akurat, terlebih dahulu harus melakukan kajian dan rencana strategis, terpadu, berkesinambungan dan jangka panjang, agar tidak mudah dirubah serta pembangunannya dilaksanakan bertahap.
“Karena kalau hal itu tidak dilakukan maka kondisi seperti ini akan terus berulang dan semakin besar kedepannya,” ungkap mantan Ketua Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (INTAKINDO) Kalsel tersebut.
Secara garis besar permasalahan banjir di Kota Banjarmasin bisa diselesaikan melalui normalisasi dan optimalisasi sungai.
Menurutnya lagi, bila memungkinkan dijadikan model kanalisasi, memperbanyak daerah resapan dan menyiapkan model pompanisasi sebagai pendistribusian limpahan air dari sungai kecil ke menengah dan besar atau dari area resapan ke sungai besar.
“Kemudian membuat standarisasi khusus untuk bangunan di Kota Banjarmasin, misal perlu ada acuan rinci membangun di daerah bantaran sungai dan lainnya yang sejenis,” tambahnya.
Untuk itu dirinya berharap agar Walikota Banjarmasin selaku eksekutif tidak jalan sendiri dan merasa kebijakannya paling tepat.
Kemudian kata dia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) selaku legislatif berkenan mengundang para ahli pemerhati kota untuk memikirkan jalan terbaik agar tidak terulang banjir.
“Para anggota dewan pun dapat lebih paham penyebab utama calap banjir itu,” pungkasnya.(rizqon)
Editor : Amran