Baca Puisi, Paman Birin Teteskan Air Mata

Gubernur Kalsel, H Sahbirin Noor yang menjadi inspektur upacara peringatan HUT Veteran sempat membacakan puisi dihadapan peserta upacara. (foto : baha/klikkalsel)

BANJARMASIN, klikkalsel– Gubernur Kalsel, H Sahbirin Noor membacakan puisi karya Chairil Anwar saat menjadi inspektur upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) ke-61.

Upacara peringatan LVRI yang selenggarakan di eks Kantor Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Banjarmasin, Selasa (9/1/2018), Sahbirin Noor sempat membuat peserta upacara kagum karena pusui yang dibacakannya.

Gubernur Kalsel, H Sahbirin Noor yang menjadi inspektur upacara peringatan HUT Veteran sempat membacakan puisi dihadapan peserta upacara. (foto : baha/klikkalsel)

Paman Birin sapaan akrab Sahbirin Noor membacakan puisi milik Chairil Anwar yang berjudul Karawang – Bekasi dengan penuh penghayatan, bahkan ia sempat meneteskan air mata dihadapan peserta upacara.

“Membaca puisi tergantung penghayatan dan arti puisi itu sendiri, makanya saya meneteskan air mata karena penghayatan luar biasa saat membacakan puisi, air mata itu tidak bisa dibuat buat,” ucap Paman Birin.

Saat membacakan puisi, Paman Birin nampak mengenakan baju Legiun Veteran coklat dipadu topi berwarna kuning serta ditambah gerakan tubuh layaknya pembaca pusi yang mumpuni.

Adapun puisi karangan Chairil Anwar tersebut menceritakan tentang perjuangan para pahlawan yang telah berjuang memerdekakan Republik Indonesia.

Dipenutup upacara HUT LVRI ke-61, dihibur dengan sungguhan Marching Band FKPPI Kalsel. Para penonton pun terlihat menyaksikan keterampilan Maching Band yang diketuai oleh Noorlatifah.(baha)

Editor : Amran

Berikut puisi yang dibacakan Paman Birin :

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi.

Tinggalkan Balasan