Sampah di Kota Seribu Sungai Jadi Ujian Bagi Kepemimpinan Muhammad Yamin – Ananda

Ilustrasi Kota Sungai terendam sampah

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kota Banjarmasin yang dikenal luas sebagai Kota Seribu Sungai, saat ini sedang bergelut dengan persoalan serius yakni darurat sampah yang hingga kini belum bisa ditangani oleh pemerintah.

Kota yang semestinya menjadi ikon kebersihan dan kerapian tata kelola lingkungan sungai ini, justru harus menghadapi tumpukan sampah yang merusak citra dan kualitas hidup warganya.

Permasalahan ini bukan hal baru, melainkan akumulasi dari permasalahan menahun yang belum tuntas di era kepemimpinan sebelumnya.
Walikota sebelumnya, Ibnu Sina, telah berupaya melakukan berbagai inovasi pengelolaan sampah, termasuk peluncuran program bank sampah dan edukasi masyarakat.

Namun, kenyataannya permasalahan sampah tidak bisa diselesaikan sepenuhnya. Sistem pengelolaan Open Dumping di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dianggap menjadi pencemaran lingkungan oleh Kementertian Lingkungan Hidup, sehingga per 1 Februari 2025, TPA Basirih resmi disegel.

Selain itu belum meratanya kesadaran masyarakat membuat upaya-upaya itu tidak membuahkan hasil maksimal. Kini, tanggung jawab besar berada di pundak Walikota Muhammad Yamin.

Muhammad Yamin, yang baru menjabat, menghadapi tantangan berat dalam membalikkan kondisi kota. Ia dituntut tidak hanya melanjutkan kebijakan sebelumnya, tetapi juga harus mampu melakukan terobosan yang lebih konkret.

Kondisi TPA Basirih yang telah ditutup menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah kota di bawah kepemimpinannya. Hal ini membutuhkan perencanaan matang serta eksekusi yang konsisten.

Baca Juga : Mahasiswa ULM Turun Bersihkan Sampah dan Kampanyekan Greentopia, Aksi Lingkungan di Banjarmasin

Baca Juga : Pilah Sampah Dapat Sembako, Gubernur Kalsel H. Muhidin Ingin Membangun Budaya Baru Warga Banua

Pengamat Politik dan Pemerintahan Daerah, FISIP ULM Banjarmasin, Gazali Rahman mengatakan bahwa Kota Banjarmasin ini adalah kota yang memiliki kompleksitas problem atau permasalahan. Dan untuk mengatasi itu harus melibatkan berbagai elemen masyarakat.

“Ini tidak bisa hanya diselesaikan oleh Walikota saja, tidak bisa diselesaikan anggota DPRD saja, tetapi harus melibatkan berbagai elemen masyarakat,” ucapnya, Selasa (6/5/2025).

“Jadi tidak bisa permasalahan ini diselesaikan secara parsial saja, tetapi harus menyeluruh,” tambahnya.

Dan ia mengatakan bahwa harus di ingat bahwa Banjarmasin ini merupakan kota air. Karena julukan Kota Seribu Sungai bukan hanya sekedar julukan semata.

“Julukan itu ada dasar yang mendasari, karena lahan kita ini merupakan lahan rawa, jadi tidak bisa hanya menyelesaikan masalah sampah saja,” terangnya.

Selain itu salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah yang kompleks di Kota Banjarmasin ini yakni dengan melibatkan kepala daerah tetangga.

Salah satu pendekatan yang patut diperkuat adalah kolaborasi regional melalui konsep Banjar Bakula (Banjarbaru, Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Barito Kuala, dan Tanah Laut).

Konsep ini bukan hanya sekedar koneksivitas transportasi saja. karena permasalahan sampah, banjir, dan kepadatan penduduk tidak mengenal batas administratif.

“Banjarmasin sebagai salah satu kota terdampak dengan apa yang terjadi di Kabupaten Kota tetangganya. Jadi koneksivitas itu penting,” bebernya.

“Jadi konsep otonomi daerah ini bukan kita sendiri-sendiri. Tapi harus bersama-sama, karena setiap kabupaten kota yang saling bertetangga itu saling memiliki kepentingan, misal Kabupaten Tanah Laut, banyak warganya yang berkuliah atau bekerja di Banjarmasin, atau warga Barito Kuala banyak yang berkuliah atau bekerja ke Banjarmasi, seperti itu,” jelasnya.

Untuk itu Pemerintah Kota Banjarmasin harus aktif membangun komunikasi dan koordinasi lintas daerah untuk mengatasi permasalahan yang saling berkaitan.

Padahal, jika dikelola serius, kolaborasi ini bisa menjadi model regionalisasi pengelolaan lingkungan yang efisien dan berkelanjutan. Peran Muhammad Yamin sebagai kepala daerah kunci sangat menentukan arah gerak kolaborasi ini ke depan.

Persoalan sampah juga erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan kota. Penataan permukiman, pengendalian sampah dari sektor industri, serta penyediaan sarana prasarana kebersihan harus terintegrasi dalam rencana tata ruang dan anggaran daerah.

Kebijakan yang tidak berpihak pada lingkungan hanya akan memperparah situasi, terlebih ketika cuaca ekstrem dan banjir mulai mengintai setiap tahun.

Kota Banjarmasin kini berada di persimpangan tetap berkutat dalam masalah klasik atau berani bertransformasi menjadi kota sungai yang bersih, tertib, dan berdaya saing.

Transformasi itu tentu tidak bisa dilakukan dalam semalam, tetapi membutuhkan visi jangka panjang dan komitmen lintas generasi. Keberanian mengambil keputusan yang tidak populer, namun strategis, menjadi kunci utama dalam perjalanan ini.

Masalah sampah ini adalah masalah bersama, mau tidak mau melibatkan masyarakat, jadi harus bersama-sama. Tetapi tanggung jawab tetap di pemerintah.

“Masyarakat itu hanya berpartisipasi sebatas tanggung jawab masalah pengelolaan sampah rumah tangganya, menaruh ke bak sampah sesuai dengan pemilahannya,” terangnya.

Momen kepemimpinan baru ini seharusnya dijadikan titik balik, di mana pemerintah dan masyarakat bisa berjalan beriringan menyelamatkan kota dari krisis lingkungan yang semakin kompleks.(fachrul)

Editor : Amran