BANJARMASIN, klikkalsel.com – Meski Bus Rapid Transit (BRT) Banjarbakula sangat diminati masyarakat, namun pada kenyataannya operasionalnya justru merugi.
Sebab BRT yang merupakan bantuan dari Kementerian Perhubungan RI tersebut, merugi dalam pertahunnya menelan biaya operasional sebesar Rp 60 miliar.
Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Perhubungan Kalsel, M Fitri Hernadi usai rapat kerja dengan Komisi III DPRD Kalsel, Selasa (18/7/2023).
“Dalam opesionalnya tak menutup, pertahunnya BRT hanya mendapatkan Rp 5 miliar dikarenakan tarifnya hanya sebesar Rp 6 ribu per orang, sedangkan mahasiswa/pelajar Rp 4 ribu per orang,” ucapnya.
Operasional BRT selama ini ditanggung Kementerian Perhubungan RI, sehingga pelayanan kepada masyarakat tetap dilaksanakan, namun kerjasama ini akan berakhir pada 2025 mendatang.
“Rencananya, Kementerian Perhubungan RI menyerahkan paling tidak satu koridor kepada Pemprov Kalsel pada 2024,” ungkap Fitri.
Dalam pelaksanaannya, BRT Banjarbakula melayani empat koridor dengan belasan armada, yakni koridor 1 melayani rute dari terminal Gambut Barakat hingga ke 0 Kilometer di siring Sudirman Banjarmasin.
Baca Juga : Opsi Penundaan Pemilu 2024 Kembali Mencuat, Polda Kalsel Tetap Siagakan Pasukan Pengamanan
Baca Juga : 236 Tersangka Terjaring, Polda Kalsel Amankan 10,8 Kg Sabu dan Ribuan Pil Ekstasi
Sedangkan koridor 2 melayani rute dari Terminal Gambut Barakat hingga ke Simpang 4 Banjarbaru.
Selanjutnya koridor 3 di Terminal km 6 Banjarmasin dengan rute hingga ke Jalan Trans Kalimantan Handil Bakti, Kabupaten Barito Kuala.
Terakhir koridor 4 dari Terminal Gambut Barakat hingga Kantor Kecamatan Bati-Bati, Kabupaten Tanah Laut.
Meski demikian, operasional BRT harus tetap dilaksanakan, sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat sekaligus membiasakan masyarakat menggunakan angkutan massal.
“Kita harus merubah mainset masyarakat agar terbiasa menggunakan angkutan umum,” ucapnya.
Apalagi keberadaan BRT ini sangat diminati masyarakat, mengingat load factor mencapai 62 persen pada saat jam kerja dan kosong. Jauh lebih tinggi dibandingkan 10 provinsi lain yang mendapatkan bantuan BRT.
“Kalsel menempati urutan kedua, hanya kalah dengan Bogor, yang merupakan kota pelajar dan terbiasa menggunakan angkutan umum,” jelasnya.
Menurut Fitri, pelayanan angkutan massal memang tidak menguntung dari segi tarif angkutan, namun hal ini harus dilakukan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, biaya pembangunan jalan dan lingkungan hidup.
“Banjarbaru saat ini pada Sabtu Minggu sudah mengalami kemacetan, apalagi nanti pada 10 tahun ke depan. Untuk itulah, perubahan mainset masyarakat menggunakan angkutan massal sangat penting untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dan mencegah pencemaran lingkungan akibat kendaraan bermotor,” pungkasnya. (azka)
Editor : Akhmad