BANJARMASIN, klikkalsel.com – Pemilu dan Pilkada mestinya berkiblat pada Undang-undang yang telah ditetapkan. Namun sepanjang sejarah pelaksanaan pesata demokrasi, hal tersebut justru berbeda dengan fakta di lapangan.
Berkaca sering ‘ditabraknya’ Undang-undang Pemilu maupun Pilkada, dosen Fakultas Hukum Universitas Lambang Mangkurat (ULM), Muhammad Effendy, menulis sebuah buku berjudul Hukum Kepemiluan dan Format Sistem Kepartaian.
Buku tersebut kini dikupas melalui Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin yang berlangsung di Rumah Alam, Jalan Sungai Andai, Kelurahan Sungai Andai, Banjarmasin Utara.
Muhammad Effendy menyampaikan, sejatinya Undang-undang yang dimaksud telah disempurnakan agar tercipta Pemilu atau Pilkada jujur dan adil. Namun dalam perjalannya, upaya itu sering menemui kendala, kepentingan politik membuatnya menjadi multi tafsir dan sulit ditegakkan karena SDM yang tidak memadai.
Menurut Muhammad Effendy, bahwa buku tersebut merupakan kumpulan makalah dari berbagai kesempatan yang disimpulkan menjadi pembicara soal Kepemiluan dan Kepartaian.
Hal tersebut menjadi semakin menarik karena juga dilatari oleh pengalamannya sebagai penyelenggara Pemilu – anggota KPUD Provinsi Kalimantan Selatan periode 2003-2008.
“Buku yang dibahas ini sebenarnya referensi secara akademik. Jadi saya mengkhususkan buku ini kepada mahasiswa,” ujarnya, Sabtu (6/11/2021).
Namun menurutnya dalam diskusi ini, sebagian besar para peserta merupakan orang yang memiliki berbagai pengalaman.
“Jadi dalam diskusi tadi semuanya mengangkat problem-problem di lapangan,” imbuhnya.
Menurutnya Pemilu di Indonesia ini diracang secara akademik untuk membangun sebuah sistem demokrasi yang ideal. Untuk itu undang-undang yang di rancang secara baik.
“Seperti penyelenggaranya diharapkan secara baik, orang-orangnya netral dan independent. Sehingga semuanya bisa mengakomodasi kepentingan,” bebernya.
Namun menurutnya fakta di lapangan hal tersebut tidak terjadi. Karena masih banyaknya kecurangan yang dilakukan.
“Biasanya orang yang banyak uang selalu memenangkan kontestasi. Inilah problem besar yang harus kita atasi,” terangnya.
Tidak hanya itu dalam diskusi tersebut banyak pertanyaan terkait bagaimana jalan ke luar dari sistem demokrasi saat ini. Dimana sebagian besar masyarakat masih terpaku terhadap faktor ekonomi.
Hal tersebut dipicu lagi oleh keberadaan partai, yang mana saat ini banyak orang yang memiliki kapasitas dan potensi yang baik tidak bisa ikut terlibat, dengan alasan mereka tidak memiliki dukungan uang ataupun finansial lainnya.
“Disini peran serta masyarakat untuk mendorong orang-orang yang memiliki kapabilitas dan potensi yang baik ini bisa muncul. Jadi intinya kita akan mensosialisasikan ini agar masyarakat bisa mendorong hal tersebut,” pungkasnya.(fachrul)
Editor : Amran





