BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kearifan lokal Baayun Maulid yang dilaksanakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, menjadi tradisi bagi warga Banjarmasin.
Tradisi ini sudah lama berlangsung, bahkan tak jarang dilaksanakan di sejumlah tempat wisata bahkan juga pernah dilakukuan di Masjid Jami Sungai Jingah, di halaman Masjid Pangeran Suriansyah, bahkan juga sering dilaksanakan dibeberapa kabupaten di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Ustadz H Muhammad Mobarak yang juga pegawai pada Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kalsel menilai kebudayaan tersebut dari sisi Islam, menurutnya dapat dimaknai sebagai suatu upaya menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat.
Bagaimana pun kata dia, dakwah kultural menghendaki adanya kecerdikan dalam memahami kondisi masyarakat dan kemudian mengemasnya sesuai dengan pesan-pesan dakwah Islam
“Ini sebuah tradisi saja tidak termasuk dalam syariat Islam,” katannya, Selasa (27/10/2020).
Dijelaskannnya misal dalam tradisi Baayun Maulid tersebut ada sisi baiknnya, seperti dalam melaksanakan maulid tersebut terjalin silaturahim dengan saudara, memaknai rasa syukur atas kehadiran sang anak serta pula dibarengi dengan salawat.
Masih menurut Ustadz Mubarak, didalam Ushul Fiqh disebut ‘Urf, merupakan istilah Islam yang dimaknai sebagai adat kebiasaan.
‘Urf terbagi menjadi ucapan atau perbuatan dilihat dari segi objeknya menjadi umum atau khusus dari segi cakupannya, menjadi sah atau rusak dari segi keabsahan menurut syariat. Para Ulama Ushul Fiqih bersepakat bahwa Adat (‘urf) yang sah ialah yang tidak bertentangan dengan syari’at.
“Contoh kebiasaan kita menggunakan sarun, di Arab mungkin tak menggunakan, tapi kita di daerah sering menggunakannya. Contoh lain misal kopiah hitam, kita sering menggunakannya sementara di Arab menggunakan Surban,” ucap Mubarak.(azka)
Editor : Amran