BANJARMASIN, klikkalsel.com – Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (BKHIT) Kalsel melakukan pemotongan paksa terhadap sejumlah sapi bibit karena positif terjangkit penyakit Brucellosis.
Brucellosis termasuk dalam penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang menular dari hewan ke manusia. Penyakit ini terutama ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau produk hewan yang terinfeksi.
Sapi bibit yang dipotong paksa tersebut diketahui positif Brucellosis setelah dilakukan uji complement fixation test (CFT) di Balai Veteriner (BVet) Banjarbaru pada Rabu (15/5/2024) kemarin.
Kepala BKHIT Kalsel, Sudirman mengatakan bahwa, sapi bibit tersebut dipotong untuk mencegah risiko penyebaran penyakit Brucellosis pada hewan ternak di wilayah Kalsel.
Pemotongan tersebut dilakukan sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 828/KPTS/OT.210/10/1998 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Hewan Keluron Menular (Brucellosis) Pada Ternak.
“Sebelumnya datang sebanyak 132 ekor sapi bibit asal Bima, Nusa Tenggara Barat ke Kalsel melalui Pelabuhan Basirih, Banjarmasin dengan tujuan akhir Kabupaten Tabalong pada 4 Mei 2024 kemarin,” ucapnya.
Ia mengatakan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik di atas alat angkut oleh pejabat Karantina, sapi bibit itu pun diizinkam bongkar dan dilakukan pengasingan untuk pengamatan serta pemeriksaan lebih lanjut.
Selain itu pihaknya juga melakukan pengambilan sampel darah guna keperluan pengujian Brucellosis dan PMK di laboratorium karantina.
“Dari 132 sampel yang diujikan menggunakan metode rose bengal test (RBT), 8 di antaranya ditemukan positif Brucellosis,” bebernya.
Baca Juga : Berkas Salah Satu Tersangka Mafia Tanah di Banjarmasin Telah P-21
Baca Juga : Banjarmasin Siap Melangkah Menjadi Kota Terinovatif
Berdasarkan pedoman, untuk meneguhkan diagnosa, selanjutnya kedelapan sampel tersebut dikirimkan ke laboratorium rujukan yang terakreditasi yaitu Balai Veteriner (BVet) Banjarbaru untuk dilakukan pegujian menggunakan metode CFT dan diperoleh sebanyak 3 sampel dengan hasil uji positif.
“Karena itu kami dari karantina mengambil langkah tegas untuk tidak melakukan pembebasan terhadap ketiga sapi yang terkonfirmasi positif tersebut, dan berdasarkan laporan hasil pegujian laboratorium, pasal 48 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dan pedoman teknis, maka terhadap 3 ekor sapi tersebut dilakukan tindakan karantina pemusnahan berupa pemotongan paksa,” terangnya.
Karena menurut Sudirman apabila tidak ditangani dengan baik, penyakit Brucellosis ini bisa berdampak negatif pada kesehatan hewan dan masyarakat.
Penyakit Brucellosis pada sapi ini dapat mengakibatkan terjadinya keguguran, pedet lahir mati atau lahir lemah, jarak beranak lebih lama, dan penurunan produksi susu pada hewan ternak. Sementara pada manusia dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lemah dan nyeri sendi.
Infeksi penyakit ini ditularkan secara langsung maupun tidak langsung melalui kontak dengan hewan atau produk hewan yang terinfeksi.
“Terkait pemotongan paksa yang dilakukan di Instalasi Karantina Hewan, sebelumnya telah dikomunikasikan dan mendapat persetujuan dari pemiliknya,” ungkapnya.
“Setelah dipotong, organ dan saluran pencernaan, organ dan saluran reproduksi dan kandung kemih harus dimusnahkan, sedangkan dagingnya harus dilayukan minimal 10 jam sebelum dikonsumsi,” jelasnya.
Adapun hama dan penyakit hewan seperti Brucellosis ini bisa menyebar dengan cepat, terlebih lagi saat ini sudah mendekati hari raya kurban atau Idul adha sehingga pengendalian dan penanggulangannya menjadi prioritas.
“Pulau Kalimantan sendiri saat ini berstatus bebas Brucellosis, dan status tersebut harus terus kita jaga dengan melakukan tindakan karantina sebagai upaya pencegahan di tempat pemasukan,” pungkasnya.(fachrul)
Editor : Amran