BANJARMASIN, klikkalsel- Kemajuan teknologi yang menciptakan angkutan berbasis online tidak hanya menekan sejumlah angkutan umum di kota besar. Penarik becak juga menjadi dampak buruk dari kemajuan teknologi saat ini. Apalagi sang penarik becak hanya mengandalkan tenaga untuk membawa penumpang sampai ke tujuan.
Seiring dengan waktu para penumpang dan penariknya pun sangat jarang, kecuali mereka yang mampu bertahan dan bersaing dengan transfortasi yang modern sekarang ini.
Seperti Kharani (65) warga kelahiran Amuntai tersebut yang mangkal diperempatan Jalan Di Panjaitan dan AS Mustafa sudah 20 tahun menjadi penarik becak.
Meski tangan kanan tak lagi kokoh seperti dulu, begitu juga dengan matanya tak bisa lagi memandang jelas, ia tetap harus bertahan. Sebab tak ada lagi yang bisa dikerjakan.
“Hanya ini yang bisa dilakukan untuk bertahan hidup dan saya tak mau merepotkan orang lain,†katanya, Senin (18/3/2019).
Bapak dua anak tersebut juga bercerita, kalau penarik becak sekarang sudah bak mati suri, dalam sehari terkadang ada penumpang terkadang tidak ada penumpang.
Berbeda pada zamannya, becak di Kota Banjarmasin cukup ramai. Sekarang ditambahkannya untuk membayar sewa becak Rp100 ribu satu bulan ia mengaku sangat sulit.
“Saya tak tau sampai kapan akan bertahan,†ucap kharani yang sesekali memijit kakinya.
Hal yang sama juga dituturkan Bahruddin (63) Warga Jalan Masjid Jami yang sudah menarik becak hampir selama 25 tahun ini juga mengaku sangat berat mengais rezeki dengan transfortasi penarik becak.
“Terkadang penumpang ingin cepat sampai ketujuan, namun kita tak bisa mempercepat laju becak sementara jika transfortasi lain bisa apalgi yang menggunakan mesin,†katanya.
Diakuinya juga keberadaan becak terkadang masih diperlukan terutama bagi ibu rumah tangga ketika pulang dari pasar dengan jarak yang dekat. “Beginilah nasib sang penarik becak,†ucapnya. (azka)
Editor : Alfarabi