BANJARMASIN, klikkalsel.com – Sidang dugaan tindak pidana korupsi atau penyelewengan dana kas PD Baramarta dengan terdakwa mantan Dirutnya, Teguh Imanullah kembali digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Jalan Pramuka, Banjarmasin Timur, Senin (12/7/2021).
Dalam surat dakwaan, dugaan penyelewengan dana kas dilakukan sejak Tahun 2017 hingga Tahun 2020. Yaitu saat terdakwa masih menjabat sebagai Direktur Utama PD Baramarta, disebutkan pada tahun 2017 melakukan penarikan dana sekitar Rp 1,27 miliar. Kemudian tahun 2018 sekitar Rp 2,65 miliar, tahun 2019 sekitar Rp 3 miliar dan tahun 2020 sekitar Rp 2,2 miliar. Total keseluruhan sekitar Rp 9,2 miliar
Dari pantauan klikkalsel.com sidang tersebut, dipimpin Ketua Majelis Hakim, Sutisna Sawati dengan agenda mendengar keterangan dari tiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketiga saksi tersebut adalah, Achmad Zulyadaini, I Gusti Nyoman Yudiana dan Haris Apriadi.
Dalam kesaksianya, salah satu, saksi Haris Apriadi mengatakan dirinya hanyalah staf umum di perusahaan daerah tersebut, dan beberapa kali mendapatkan perintah untuk mengantarkan paperbag ke sejumlah pejabat.
“Mengantarkan paperbag ke Kejaksaan Martapura,” ujar pria yang mengaku sudah bekerja di PD Baramarta sejak 1999 itu.
Sewaktu mengantarkan paperbag tersebut, Haris Apriadi mengatakan tidak pernah mengecek dalamnya dan langsung menyerahkannya, kemudian kembali pulang.
“Bentuknya paperbag, kaya bungkusan tapi diikat sama gelang karet, saya mengantarnya selalu berdua sama Husaini. Antara 2 sampai 3 kali saya mengantarkan, tertuju untuk satu orang, kepada Tri untuk seseorang di Kejari Martapura,” jelasnya
Selain itu, ia juga mengaku pernah mendapatkan perintah untuk menyerahkan paperbag di Bandara.
“Cuma saya tidak tahu siapa orangnya, tidak disebutkan nama cuma disampaikan untuk kejaksaan,” tuturnya.
“Setelah di sana ditanya dari Baramarta ya, saya jawab, iya. Kemudian diserahkan. Juga waktu itu pernah Teguh Imanullah berkata cuman antarkan ini ke Pak Kajati,” sambungnya.
Kendati demikian, keterangan Haris Apriadi sebagian dibantah oleh Teguh Imanullah. Menurutnya, soal isi paperbag yang diserahkan kepada sejumlah pejabat. Sebelumnya, Haris Apriadi sudah pernah menanyakan isi dari paperbag tersebut.
“Saksi pernah bertanya isinya, saya jawab didalamnya adalah dana,” katanya.
Selain itu, terdakwa juga mengungkapkan soal tempat tugas. Haris bukan di bagian umum yang hanya bertugas mengantarkan surat menyurat administrasi saja, melainkan staf Bagian Administratif yang memiliki ruang lingkup khusus di kehumasan di PD Baramarta.
Hubungannya bukan hanya menangani stakeholder saja, termasuk LSM.
“Tupoksi saksi sebagai Humas, saksi melalui persetujuan saya memiliki tugas untuk memberikan insentif setiap bulan, dalam bentuk permohonan nota yang dibikin oleh saksi,” jelasnya.
Sementara itu, saksi lainya, I Gusti Nyoman Yudiana mengatakan, ia sebenarnya tidak mengetahui terkait permasalahan di PD Baramarta tentang dugaan korupsi atau penyelewengan dana kas sebanyak 9,2 miliar.
“Saya baru tahu setelah ada panggilan dari Kejaksaan, yang saya tahu hanya ada dua masalah, pertama terkait tertundanya gaji karyawan, dan sengketa pajak, mengenai tunggakan pajak,” katanya.
Begitu juga keterangan Achmad Zulyadaini yang di pinta JPU untuk menjadi saksi dalam persidangan kali ini.
Sebelumnya, pada sidang minggu lalu, JPU telah menghadirkan Lailan Insyiroh yang merupakan mantan istri terdakwa saat menjabat sebagai Dirut PD Baramarta sebagai saksi.
Lailan Insyiroh, memberikan kesaksian tanpa disumpah karena terdakwa menyatakan keberatan sang mantan istri dihadirkan sebagai saksi persidangan.
Meski demikian, Majelis Hakim tetap memberikan kesempatan bagi Tim Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum Terdakwa untuk menggali keterangan dari Lailan.
Menjalani hidup bersama sebagai suami-isteri sejak 2017 sampai 2020, Lailan dalam kesaksiannya mengaku hanya mengetahui bahwa penghasilan terdakwa sebagai Dirut PD Baramarta sebesar Rp 20 juta per bulan.
Ia tak menampik selama berumah tangga, terdakwa memiliki pengeluaran yang lebih besar dibanding gaji yang diterimanya sebagai Dirut PD Baramarta.
Disebutkan, di antaranya adalah membayar cicilan dua unit mobil yang dibeli terdakwa pada 2017 dan 2019. Besaran cicilan masing-masing Rp 13,8 juta dan Rp 13 juta per bulan dengan tenor 4 tahun.
Sedangkan untuk biaya kehidupan sehari-hari, Lailan mengaku diberi uang harian oleh terdakwa dengan nilai beragam.
Selain itu, kata Lailan, terdakwa juga pernah membayar biaya operasi laparoskopi untuknya dengan biaya kurang lebih Rp 65 juta.
Selain itu, Lailan juga membeberkan bahwa terdakwa pernah menggelontorkan uang mencapai Rp 45 juta untuk membayar sewa apartemen mewah di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.
Lailan menyebut, apartemen tersebut disewa oleh terdakwa tanpa sepengetahuannya untuk tempat tinggal seorang wanita yang disebutnya merupakan orang ketiga di rumah tangganya.
Atas keterangan Lailan, terdakwa yang diberi kesempatan menyampaikan pernyataan menyebut memiliki sumber pendapatan lain di luar gaji yang diterimanya sebagai Dirut PD Baramarta.
“Saya memang mempunyai penghasilan lain di luar gaji sebagai Dirut PD Baramarta. Itu bisa dilihat di BAP saya saat pemeriksaan oleh kejaksaan,” kata Teguh pada sidang sebelumnya. (airlangga)
Editor: Abadi





