BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kekayaan kebudayaan yang dimiliki Indonesia menjadi modal besar dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada di dunia saat ini. Mulai dari isu perubahan iklim, degradasi lingkungan, hingga krisis pangan.
Hal tesebut diungkapkan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Hilmar Farid dalam diskusi online bertajuk “Jalan Budaya untuk Pemulihan Dunia” yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), pada Rabu (7/9/2022). Sebagaimana diketahui, Hilmar menjelaskan, Group of Twenty atau G20 merupakan sebuah forum yang lebih fokus pada urusan ekonomi. Namun dunia saat ini, terang Hilmar, sedang berada dalam situasi luar biasa.
“Jadi economic establishment itu (G20) sekarang sedang mencari jalan. Bagaimana caranya mengatasi problem-problem ini, mulai dari perubahan iklim, degradasi lingkungan, juga problem seperti pangan dan lain-lain,” tuturnya.
Pertanyaan sederhana namun fundamental, tambah Hilmar, adalah terkait kontribusi pengelolaan kekayaan budaya dalam menjawab isu-isu tersebut. Dalam mengangkat dan menampilkan berbagai praktik baik yang ditemukan dalam beragam kebudayaan di Nusantara.
Menurut Hilmar, bukan untuk menggantikan praktik-praktik bersifat teknis yang berkaitan dengan ekonomi. Namun untuk memberikan gambaran tentang konsep hidup berkelanjutan yang selalu lestari Indonesia kepada dunia.
“Kita menanggapi isu sustainability yang sebenarnya praktek-prakteknya sudah banyak ditemukan di masyarakat dengan kearifan lokal,” tegasnya.
Baca Juga :
Rumah Berlantai Dua di Kidaung Permai Banjarmasin Hampir Roboh
Baca Juga : Pencairan BLT BBM Untuk 166.660 Penerima di Kalsel Dimulai Besok di Banjarmasin
Menariknya, lanjut Hilmar, kesadaran akan lingkungan semakin berkembang dan menguat di kalangan anak muda. Selain itu, tambahnya, ada banyak praktik yang berkembang di masyarakat, mulai dari belanja lebih sedikit hingga menghemat sumber daya.
“Jadi, praktik-praktiknya sekarang sudah tersebar di mana-mana. Tantangannya sekarang bagi kita adalah bagaimana mengkonsolidasi praktik baik ini, sehingga menjadi arus utama. Ini kurang-lebih akan menjadi fokus dari pembicaraan di bidang kebudayaan dalam forum G20,” pungkasnya.
Dalam menyambut Pertemuan Tingkat Menteri di bidang Kebudayaan G20 yang akan berlangsung pada tanggal 13 September 2022, Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikdbudristek) akan menyelenggarakan rangkaian kegiatan kebudayaan yang unik dan megah serta sarat makna.
Rangkaian kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 7 – 13 September 2022 di Candi Borobudur, yang terdiri atas ‘Indonesia Bertutur’, ‘G20 Orkestra Borobudur,’ ‘Ruwatan Bumi’, ‘Kirab Budaya,’ ‘Rapat Raksasa,’ hingga berbagai macam kegiatan di desa-desa sekitar Borobudur.
Lebih dari 2.500 masyarakat dan seniman dari Indonesia dan berbagai negara di dunia akan terlibat dalam rangkaian perhelatan ini. Rangkaian kegiatan kebudayaan tersebut, bukanlah sebuah program biasa.
Namun, memiliki tujuan untuk memberikan inspirasi kepada masyarakat Internasional bahwa melalui kebudayaan, dunia dapat segera pulih dan bangkit lebih kuat bila dilakukan secara bergotong royong dan menerapkan praktik hidup yang berkelanjutan.
Sementara itu, secara terpisah penggiat seni budaya Kalimantan Selatan, Bajau Malela mengapresiasi unsur kebudayaan diangkat pada Presiden G20. Menurutnya budaya adalah pemersatu tak hanya dalam negeri bahkan nanti negara.
“Seni budaya adalah pemersatu! Banyak menghasilkan nilai-nilai positif di kehidupan tak terkecuali terhadap perekonomian,” ujar pria asal Kabupaten Barito Kuala yang pernah mewakili Indonesia tampil menari Japen Melayu bersama seniman tari Kalsel di ajang Internasional, Malaysia, pada tahun 1999.
Bajau yang juga Ketua Dewan Kesenian Barito Kuala dan Kordinator Sanggar Permata Ije Jela berharap nilai-nilai budaya terus dilestarikan. Pelestarian seni budaya, ujarnya akan membawa perbaikan pada sisi lingkungan dan ekonomi. (rizqon)
Editor: Abadi