BANJARBARU, klikkalsel.com – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel menyita 13.500 sak pupuk organik ilegal. Belasan ribu sak pupuk tersebut merupakan hasil penggerebekan yang berlangsung di sebuah gudang, Jalan Tambak Tarap, Kelurahan Syamsudin Noor, Kecamatan Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, Selasa (5/11/2024).
Hasil penyelidikan terungkap pupuk ilegal siap untuk dijual tersebut adalah milik PT Satria Gunung Sakti. Awalnya penyelidik di bawah komando Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel Kombes Pol M Gafur Aditya Siregar melakukan pembelian pupuk Phospate Organic Natural merek Gajah Hitam Sakti produksi PT Satria Gunung Sakti.
Selanjutnya, polisi melakukan pengecekan nomor pendaftaran pupuk melalui website resmi Kementan RI. Hasilnya nomor pendaftaran pupuk Gajah Hitam Sakti 01.01.2022.183 tidak ditemukan.
Baca Juga Pelayanan SKCK dan SPKT Polresta Banjarmasin Kini Beroperasi di Gedung Eks Polda Kalsel
Baca Juga Kerahkan 325 Personil, Polda Kalsel Pastikan Pengamanan Berlapis Pelaksanaan Debat Pilgub
Hasil temuan verifikasi tersebut dilakukan koordinasi oleh Polda Kalsel ke pihak ahli dari Kementerian Pertanian RI guna proses hukum lebih lanjut.
Kapolda Kalsel, Irjen Pol Winarto juga memastikan pun juga memastikan pupuk Phospate Organic Natural merek Gajah Hitam Sakti produksi PT Satria Gunung Sakti di gudang penyimpanan tidak terdaftar di data base Kementan Rl.
“Untuk kandungan yang ada dalam pupuk tersebut masih didalami dan nantinya melibatkan Dinas Pertanian Provinsi Kalsel,” ucapnya.
Dari informasi awal pupuk ini sudah dijual ke daerah Kabupaten Tanah Laut, Binuang dan Kalimantan Tengah (Kalteng) dengan harga Rp 4.050 per kilogram, lanjutnya. Sebanyak 75 ton yang sudah diperdagangkan, pupuk tersebut digunakan untuk kebun sawit, padi, dan palawija.
“Penegakan hukum ini menjadi wujud nyata mendukung program ketahanan pangan yang merupakan salah satu program 100 hari Presiden RI Prabowo Subianto,” tandasnya.
Sementara itu, semua pihak yang terlibat masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik dengan persangkaan pasal 122 jo pasal 73 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 3 millar rupiah. (rizqon)
Editor: Abadi





