Penyebar dan Pelaku Video Asusila Sama-sama Bisa Dipidana, Ini Penegasan Pakar Hukum

Dekan FH Uniska Dr Afif Khalid

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kasus peredaran video asusila di media sosial kembali menjadi sorotan publik di Kalimantan Selatan. Kali ini, sebuah video pornografi hubungan sesama jenis yang melibatkan seleb TikTok asal Kabupaten Balangan, Muhammad Fajar (24) alias Fazar Bungaz, menghebohkan warganet.

Seiring viralnya video tersebut, muncul pertanyaan mengenai aspek hukum yang dapat menjerat para pihak yang terlibat, baik sebagai pelaku di dalam video maupun pihak yang menyebarkannya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan (UNISKA), Dr Afif Khalid menjelaskan, hukum pidana di Indonesia secara tegas melarang pembuatan dan penyebaran konten pornografi, tanpa melihat orientasi seksual pelakunya.

“Orientasi seksual tidak diatur dalam hukum pidana. Namun ketika seseorang dengan sadar membuat, merekam, atau terlibat dalam video asusila, apalagi sampai disebarkan, maka perbuatan itu sudah masuk ranah tindak pidana,” ujar Dr Afif Khalid, Selasa (23/12/2025).

Menurut Dr Afif, pihak yang menyebarkan atau membuat dapat diaksesnya video asusila dapat dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam UU Nomor 1 Tahun 2024, tepatnya Pasal 27B juncto Pasal 45A ayat (2), pelaku diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda maksimal Rp1 miliar.

Selain itu, penyebaran konten pornografi juga dapat dijerat UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, khususnya Pasal 4 juncto Pasal 29, dengan ancaman pidana penjara enam bulan hingga 12 tahun serta denda Rp250 juta sampai Rp6 miliar.

“Sekali konten itu dibagikan, diunggah, atau diteruskan, maka unsur penyebaran sudah terpenuhi, meskipun pelaku bukan pembuat awal video,” jelasnya.

Baca Juga : Polda Kalsel Tegaskan Pembuat dan Penyebar Video Viral Homoseksual Terancam Pidana

Baca Juga : Kemenag Kalsel Minta Polisi Tindak Tegas Pelaku dan Penyebar Video Viral Homoseksual

Lebih lanjut, Dr Afif menambahkan, tidak hanya penyebar, orang yang menjadi pelaku atau objek dalam video asusila juga dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, terutama jika terbukti terdapat unsur kesengajaan atau tujuan komersial.

Ia menyebut, Pasal 34 UU Pornografi memungkinkan penegakan hukum terhadap pelaku di dalam video apabila video tersebut dibuat untuk dikomersialkan, dijual, atau dimanfaatkan demi keuntungan tertentu.

“Jika ada niat komersialisasi, maka pelaku yang ada di dalam video tidak bisa serta-merta berlindung dengan alasan sebagai korban,” tegasnya.

Selain itu, Pasal 6 juncto Pasal 32 UU Pornografi juga dapat diterapkan apabila seseorang secara sadar menempatkan diri sebagai objek pornografi untuk tujuan eksploitasi.

Kemudian, jerat hukum akan semakin berat apabila dalam pembuatan video terdapat unsur paksaan, ancaman, atau kekerasan seksual.

Dalam kondisi tersebut, UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat digunakan.

“Jika ada unsur pemaksaan atau kekerasan, maka posisi pelaku di dalam video bisa berubah menjadi korban, dan penanganannya menggunakan UU TPKS,” ujarnya.

Sementara itu, perbuatan mempertontonkan atau menyiarkan konten asusila kepada publik juga masih dapat dikenakan Pasal 282 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal satu tahun enam bulan.

Dr Afif mengingatkan masyarakat agar tidak sembarangan merekam aktivitas pribadi maupun menyebarkan konten yang melanggar kesusilaan.

“Di era digital, jejak hukum sulit dihapus. Baik penyebar maupun pihak yang terlibat di dalam video harus memahami bahwa konsekuensinya adalah pidana,” pungkasnya. (airlangga)

Editor: Abadi