Pengabdian Tanpa Batas: Perjuangan Aipda Edwien Susuri Banjir di Pekat Malam Selamatkan Ibu Hamil

Proses evakuasi ibu hamil yang sedang sakit berlangsung dramatis di atas perahu saat banjir rob menelan jalan.

PARINGIN, klikkalsel.com – Handphone berdering ketika sebagian besar warga masih terlelap nyenyak. Selasa dini hari, pukul 03.00 WITA 16 Desember 2025, Aipda Edwien terbangun dari istirahat singkatnya.

Di ujung handphone, suara cemas menyampaikan kabar genting dari Desa Sumber Rejeki, Kecamatan Juai, Kabupaten Balangan. Seorang ibu hamil membutuhkan pertolongan segera.

Ketika itu jalan darat telah lenyap, ditelan luapan sungai yang meluap di tengah malam. Bagi Kanit Propam Polsek Juai itu, waktu seolah menyempit.

Ia tahu, setiap menit sangat berarti. Tanpa berpikir panjang, Edwien segera menghubungi rekannya dari Koramil Juai, Serka Ali Ahmad.

Tidak ada diskusi panjang, tidak ada rencana rumit. Hanya satu kesepakatan, ibu itu harus sampai ke rumah sakit sebelum fajar datang.

Gelap menyelimuti sungai. Lampu senter memantul di permukaan air yang bergerak pelan namun pasti. Dengan perahu kayu kecil, Edwien dan anggota Koramil mulai menembus genangan yang semakin tinggi.

Di kiri-kanan, hanya bayangan pepohonan dan suara air yang mengalir, sesekali memecah kesunyian malam.

“Yang terlihat hanya air dan gelap,” kata Edwien, mengenang detik-detik itu.

Angin malam menusuk kulit, dinginnya meresap hingga ke tulang. Namun rasa takut tak sempat tumbuh. Di atas perahu itu, ada dua nyawa yang harus dijaga. Edwien berdiri setengah menahan keseimbangan, memastikan perahu tetap stabil saat arus terasa lebih kuat di beberapa titik.

Baca Juga : Kalsel Kirim Relawan dan Bantuan Bertahap untuk Korban Bencana Aceh dan Sumatera

Baca Juga : Polisi Periksa Seleb Tiktok Inisial F Karena Mirip Pemeran Video Syur Sesama Jenis

Saat ibu hamil bernama Agustina itu dibawa naik ke perahu, waktu seolah berhenti sejenak. Papan perahu licin, cahaya senter redup, dan kontraksi datang silih berganti.

Dalam hening malam, hanya terdengar desah napas dan rintihan tertahan. Edwien terus berbicara pelan, menenangkan, meyakinkan bahwa pertolongan sudah dekat.

Perjalanan menuju Desa Mungkur Uyam menjadi ujian berikutnya. Perahu bergerak perlahan, membelah arus yang tak terlihat jelas. Setiap riak air terasa lebih keras, setiap gerakan harus diperhitungkan. Tidak boleh salah langkah.

“Ada rasa tegang dan haru. Di situ kita benar-benar sadar, di tengah bencana, perjuangan untuk hidup terasa sangat nyata,” ujarnya.

Ketika akhirnya perahu merapat dan sang ibu dipindahkan ke kendaraan evakuasi, napas lega baru terasa. Seragam cokelat Edwien basah oleh percikan air sungai, tubuhnya menggigil menahan dingin. Namun matanya menyimpan kelegaan yang sulit dijelaskan. Satu tugas kemanusiaan telah terlewati.

Bagi Edwien, peristiwa dini hari itu bukan tentang pangkat atau kewajiban dinas. Itu adalah panggilan nurani. Ia hanya bagian kecil dari rantai pertolongan yang malam itu terjalin rapi antara Polri dan TNI.

“Alhamdulillah, kami hanya perpanjangan tangan. Yang terpenting, warga selamat,” katanya rendah hati.

Fajar akhirnya menyingsing di Juai. Edwien kembali ke posnya, bersiap melanjutkan tugas memantau banjir. Namun perahu kayu yang melaju di pukul tiga pagi itu akan selalu menjadi bagian dari kisah pengabdiannya tentang keberanian yang lahir dalam gelap, dan kemanusiaan yang menyala di tengah bencana.

Aksi tersebut mendapat apresiasi dari Kapolres Balangan, AKBP Yuliannor Abdi. Ia menyebut apa yang dilakukan anggotanya bersama Koramil Juai sebagai wujud nyata kehadiran negara di saat warga paling membutuhkan.

“Ini bukan sekadar tugas, tetapi pengabdian tanpa batas,” pesannya kepada seluruh anggota Polri di Bumi Sanggam. (rizqon)

Editor: Abadi