BANJARMASIN, klikkalsel.com – Perkawinan usia dini menjadi perhatian serius Pemprov Kalsel, mengingat resikonya yang dikhawatirkan menggunakan masa depan anak. Oleh karena itu, Pemprov Kalsel menggandeng berbagai pihak untuk memperkuat langkah pencegahan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kalsel, Husnul Khatimah menekankan, bahwa keberhasilan pembangunan bangsa sangat bergantung pada kualitas perempuan dan anak sebagai aset masa depan.
Salah satu faktornya adalah kesiapan dan kematangan anak melangsungkan perkawinan. Menurut Husnul Khatimah, pemberdayaan perempuan harus diarahkan pada peningkatan peran dan kedudukannya pada berbagai bidang kehidupa
“Diharapkan tercipta relasi yang seimbang dan harmonis antara laki-laki dan perempuan, saling berbagi peran dalam keluarga maupun masyarakat hingga pada tataran pembangunan bangsa. Inilah hakikat dari kesetaraan gender,” ucapnya saat kegiatan Pencegahan Perkawinan Anak di Banjarmasin, Senin (24/11/2025).
Husnul menambahkan bahwa anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai dan harus dilindungi sepenuhnya. Dia menegaskan, anak adalah generasi penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya.
“Kesejahteraan, perlindungan, dan pemenuhan hak-haknya adalah cerminan kemajuan daerah,” ujarnya.
Baca Juga : Kabar Baik! 6.403 PPPK Paruh Waktu Pemprov Kalsel Bakal Terima SK Dalam Waktu Dekat
Baca Juga : 500 Atlet dari 23 Provinsi di Indonesia Ikuti Kejurnas Tenis Meja Kalsel 2025
Dia menegaskan, perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap anak dan melanggar hak dasar yang dijamin dalam Konvensi Hak Anak.
Anak yang menikah di bawah 18 tahun memiliki risiko tinggi putus sekolah, rentan terhadap masalah kesehatan, berpotensi mengalami kekerasan dalam rumah tangga, hingga melanggengkan kemiskinan antar-generasi.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa pemerintah pusat telah menetapkan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak, antara lain memperkuat kelembagaan UPTD-PPA, Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Puspaga, Forum Puspa dan lembaga terkait.
Selain itu, dia mendorong peran aktif organisasi masyarakat sipil untuk melakukan advokasi dan sosialisasi batas usia perkawinan sesuai UU No. 16 Tahun 2019.
Dia menyebut, pencegahan perkawinan anak usia dini dapat dilakukan melalui kampanye masif, memberikan pendampingan kepada korban dan pemohon dispensasi perkawinan, mengadvokasi penggunaan dana desa untuk pencegahan perkawinan anak, memantau serta mengawasi pelaksanaan kebijakan.
Di sisi lain, disebutkannya juga perlu memperkuat kapasitas remaja dalam kebijakan dan edukasi kesehatan reproduksi, menjalin koordinasi lintas pemangku kepentingan mulai pusat hingga desa.
Husnul juga menyampaikan bahwa pemerintah daerah telah menetapkan Perda No. 11 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai landasan kebijakan bersama untuk mewujudkan perlindungan maksimal.
Data menunjukkan adanya perkembangan positif. Pada tahun 2024, angka perkawinan anak di Kalsel tercatat 7,80 persen, turun dari 8,74 persen pada tahun 2024.
Meksi demikian, dia menegaskan bahwa upaya pencegahan harus terus diperkuat karena masih terdapat data berbeda dari sumber lain yang menunjukkan tantangan belum sepenuhnya selesai. Ia berharap kegiatan ini melahirkan komitmen kuat dan aksi nyata.
“Saya berharap seluruh peserta mengikuti kegiatan ini dengan antusias dan komitmen tinggi. Gunakan kesempatan ini untuk merumuskan langkah adaptif sesuai kondisi di wilayah masing-masing. Semoga dari pertemuan ini lahir pemikiran cemerlang untuk memastikan tidak ada lagi perempuan dan anak yang terabaikan haknya,” pungkasnya. (rizqon)
Editor: Abadi





