Sosial  

Pemko Stop Bantuan Konsumsi untuk 33 Panti Asuhan, Pengamat : Bertentangan dengan Prinsip Konstitusional

Dr Afifi Khalid Dekan FH Uniska

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Keputusan Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin menghentikan bantuan konsumsi bagi 33 panti asuhan sejak 2024 kembali memunculkan kekhawatiran serius di tengah masyarakat.

Tanpa subsidi tersebut, sekitar 600 anak panti kini terancam mengalami krisis operasional, mulai dari kebutuhan makan harian hingga biaya pelayanan dasar.

Informasi itu disampaikan para pengelola panti yang menyebutkan, pemangkasan tersebut berpotensi membuat sejumlah panti gulung tikar jika tidak ada solusi cepat.

Kondisi ini membuat masa depan ratusan anak yatim, piatu, dan anak terlantar berada dalam bayang-bayang ketidakpastian.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan (FH Uniska) Dr Afif Khalid mengatakan, dari perspektif negara amanat UUD 1945 tak boleh diabaikan.

“Dari sisi negara, pemangkasan anggaran ini dinilai bertentangan dengan prinsip konstitusional,” ujarnya, Rabu (10/12/2025).

Baca Juga : Pemko Hentikan Konsumsi, 33 Panti Asuhan di Banjarmasin Terancam Krisis Operasional

Baca Juga : Banjarmasin Jadi Daerah Kasus HIV Tertinggi di Kalsel dengan 219 Kasus

Afif menilai, dari hukum sosial apa yang terjadi di Banjarmasin menunjukkan lemahnya implementasi pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

“Artinya ada tanggung jawab negara yang harus dipenuhi, terlepas dari kondisi anggaran daerah,” jelasnya.

Ia menambahkan, jika pemerintah daerah mengalami keterbatasan fiskal, seharusnya ada mekanisme koordinasi dengan pemerintah provinsi atau pusat, agar pemeliharaan anak terlantar tetap berjalan.

“Anak-anak panti ini bukan beban sosial, mereka adalah warga negara yang harus dijamin hak dasarnya. Negara tak bisa hanya bergantung pada donatur,” tegasnya.

Ia menyarankan, pemerintah memperkuat kemitraan dengan lembaga zakat, filantropi, masjid-masjid besar di kota, serta perusahaan daerah melalui CSR.

“Perlu dibangun mekanisme yang jelas, negara tetap memegang tanggung jawab konstitusional, sedangkan umat dan masyarakat berperan sebagai penguat. Jangan sampai anak-anak menjadi korban,” katanya.

Di tengah kesulitan fiskal yang dihadapi pemerintah daerah, kolaborasi antara unsur keagamaan, sosial, dan negara menjadi jalan tengah.

“Untuk memastikan hak-hak dasar ratusan anak panti tetap terjaga,” pungkasnya. (airlangga)

Editor : Akhmad