BANJARMASIN, klikkalsel.com – Maraknya peristiwa kekerasan termasuk penusukan yang dilakukan oleh anak dibawah umur beberapa waktu ke belakang di Banjarmasin rupanya menyita perhatian banyak pihak.
Diantaranya kasus penusukan di salah satu kelas Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) favorit Banjarmasin yang terjadi beberapa waktu lalu dan viral di media sosial.
Dimana seorang siswa menusuk temannya karena mengaku menjadi korban perundungan.
Kemudian, beberapa anak yang dalam pengaruh minuman keras keluyuran di jalan serta melakukan pembacokan kepada orang tak dikenal sebagai pelampiasan. Sementara itu ramai juga diberitakan segerombolan anak-anak konvoi dengan menggunakan senjata tajam.
Menurut Reja Fahlevi, Dosen Program Studi (Prodi) PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin menilai, kekerasan yang dilakukan anak dibawah umur itu bisa terjadi lantaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak lepas dari adanya kesalahan dari pola pendidikan.
“Mungkin motifnya hanya untuk eksistensi namun dengan cara yang salah yaitu melanggar hukum,” ujarnya, Rabu (9/8/2023).
Hal ini, disebut Reja Fahlevi dengan fenomena Gangster yang lagi marak di Kota Banjarmasin dan berindikasi bahwa kelompok remaja sangat rentan dengan perilaku menyimpang yang masuk ke perilaku kriminalitas.
Perilaku menyimpang ini harus menjadi perhatian oleh pemerintah Kota Banjarmasin untuk bagaimana cara menanggulanginya.
“Kajadian yang banyak melibatkan anak dibawah umur ini kerap terjadi pada dini hari sehingga harus diadakan pengawasan atau penjagaan di sejumlah wilayah berpotensi terjadinya perilaku menyimpang,” imbuhnya.
Baca Juga : Tim Psikolog Mabes Polri Akan Ikut Periksa Kasus Penusukan di SMA Favorit Banjarmasin
Selain pemerintah, peran orangtua juga sangat diperlukan untuk memberikan pengawasan kepada anaknya yang terlalu mendapatkan kebebasan untuk keluar pada malam hari.
“Apalagi pada saat malam weekend, yang mana besoknya tidak sekolah dan orangtua membebaskan anaknya untuk pulang larut malam atau tidak pulang sama sekali,” tuturnya.
“Memang kalau dilihat dari motifnya mereka hanya untuk mencari perhatian. Namun, tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan karena sudah mengganggu keselamatan orang lain ataupun ketertiban umum,” sambungnya.
Kemudian, kata Reja, jika ditarik dari akar persoalan tersebut adalah permasalahan yang sistematis. Dilakukan karena kurang perhatian dan lemahnya pengawasan dari keluarga.
Karena itu ditegaskannya peranan keluarga sangat dibutuhkan dalam proses perkembangan mental seorang anak yang didukung dengan lingkungan pertemanan serta pendidikan karakter di lembaga pendidikan.
“Pendidikan karakter yang tidak hanya teori semata namun lebih mengoptimalkan ke arah implementasi perilakunya,” jelasnya.
Kemudian, faktor lain seperti tontonan yang dilihat sehari-hari baik di internet maupun televisi yang bisa memberikan pengaruh untuk mengubah perilaku.
Hal ini, lanjut Reja, telah memberikan gambaran anak-anak di Kota Banjarmasin berindikasi memiliki kesadaran moral yang rendah.
Maka dari itu, orangtua dan sekolah memiliki tugas untuk membentuk karakter si anak agar tidak melakukan perbuatan menyimpang hingga ke kriminalitas.
“Jadi ini merupakan bagian persoalan yang sistemik dan perlu penanganan dari berbagai macam pihak, baik keluarga, sekolah maupun lingkungan. Termasuk aparat (Polisi) memperketat pengawasan dan memberikan efek jera atas perilaku menyimpang agar tidak dilakukan lagi,” pungkasnya. (airlangga)
Editor: Abadi