BANJARMASIN, klikkalsel.com – Sojuangun Hutauruk, korban mafia tanah, bersama sejumlah massa melakukan aksi protes di depan Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Rabu (9/10/2024).
Dalam orasinya, Sojuangun menyinggung keputusan hakim yang dianggap mengacu pada pertimbangan fiktif dalam kasus tanah seluas 6.000 meter persegi di Kelurahan Pemurus Luar, Kecamatan Banjarmasin Selatan.
Sojuangun menegaskan bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 2264 yang digunakan Husaini untuk menerbitkan sertifikat tanah adalah palsu karena tanda tangan dalam SKKT (Surat Keterangan Kepala Tanah) yang menjadi dasar penerbitan sertifikat tersebut dipalsukan.
Ia menuduh hakim melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengabaikan fakta.
“Hakim seharusnya menolak sertifikat tersebut jika dasar hukumnya tidak sah,” ujar Sojuangun.
Ia juga menuding bahwa Husaini, bersama Hasbi Ansyari dan Notaris Ahmad Adjie Suseno, terlibat dalam pemalsuan dokumen dan memanipulasi gelar perkara di kelurahan.
Menurut Sojuangun, bukti yang digunakan dalam persidangan tidak akurat karena nama ahli waris, Masrani, tercantum meskipun ia tidak pernah hadir dalam gelar perkara tersebut.
Masrani, yang hadir dalam demonstrasi, juga membenarkan bahwa dirinya tidak pernah hadir dalam gelar perkara di kelurahan.
Baca Juga Berkas Salah Satu Tersangka Mafia Tanah di Banjarmasin Telah P-21
“Saya tidak pernah memberikan tanda tangan atau hadir dalam gelar perkara. Tanah tersebut awalnya milik H Wasri, lalu berpindah tangan beberapa kali hingga dijual ke H Nafiah,” jelas Masrani.
Sebelumnya, Sojuangun telah melaporkan kasus ini ke Komisi Yudisial dan berencana melaporkannya ke KPK serta Badan Pengawas Mahkamah Agung karena mencurigai adanya permainan orang kuat di balik keputusan hakim. Ia menuntut agar keadilan ditegakkan dalam kasus ini.
Menanggapi aksi tersebut, Wakil Ketua PN Banjarmasin, Cahyono Riza Adrianto, mengatakan bahwa perkara tersebut masih dalam proses hukum, sehingga belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Ia juga membantah tudingan bahwa vonis hakim merupakan pesanan, dengan menegaskan bahwa seluruh hakim di PN Banjarmasin bekerja sesuai prosedur.
“Untuk dugaan putusan pesanan, saya yakin itu tidak benar. Hakim di PN Banjarmasin berintegritas,” ujar Cahyono.
Dalam sidang mafia tanah dengan tersangka AS, yang berperan sebagai notaris, majelis hakim memutuskan AS tidak bersalah dan membebaskannya, bertentangan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman 1,6 tahun.
Ketua Majelis Hakim Irfan Nur Hakim, bersama dua hakim anggota, Febrian Ali dan Aries Dedi, berbeda pendapat. Irfan dan Febrian menilai bahwa salah satu unsur Pasal 264 ayat 1 KUHP tidak terpenuhi, sehingga Adji Suseno, notaris yang terlibat dalam kasus tersebut, dinyatakan tidak terbukti bersalah.
Sementara itu, terdakwa lain, Hasbi Ansyari, yang berperan sebagai makelar tanah, divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta 4 tahun. Namun, Hasbi mengajukan banding dan akhirnya divonis bebas oleh Pengadilan Tinggi Banjarmasin.
Kasus mafia tanah ini pertama kali dilaporkan korban pada Juli 2021, dengan nilai tanah yang dipermasalahkan mencapai Rp 30 miliar. (airlangga)
Editor: Abadi