BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kinerja kepolisian Kalimantan Selatan saat ini menjadi sorotan dan memantik respon publik, tak terkecuali praktisi hukum. Hal ini berkaitan tewasnya Sarijan usia 60 tahun warga Kelurahan Teluk Tiram, Kecamatan Banjarmasin Barat di momen penangkapan Sat Resnarkoba Polres Banjar.
Alumni Program Doktor Ilmu Hukum UNISSULA Semarang, M Pazri mengatakan jika memang benar terjadi tindak kekerasan oleh oknum polisi maka harus diusut sampai tuntas secara jelas. Menurutnya, dugaan tersebut menunjukkan bahwa segelintir polisi masih bersikap arogan saat bertugas.
M Pazri yang juga sebagai Presiden Direktur Borneo Law Firm menambahkan, kepolisian sebagai instansi penegak hukum yang selalu berhubungan langsung dengan masyarakat sipil.
“Polri seharusnya dapat menjadikan masyarakat sebagai mitra kerja, dan ingat Polisi saat ini memiliki slogan Presisi yang merupakan singkatan dari prediktif, responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan membuat pelayanan dari kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat, sehingga sangat berharap di implementasikan benar-benar sampai kejajaran bawah anggota Polri,” tulisnya dalam keterangan pers, Selasa (18/1/2022).
“Setahu saya sekalipun polisi diberi kewenangan untuk menembak dari peraturan Kapolri, namun bukan berarti mereka bebas menembak,memukuli atau menganiaya sampai meninggal, karena bila memang penjahat saja tidak untuk dimatikan, tapi dilumpuhkan,” imbuh Pazri.
Dia berharap proses pemeriksaan terhadap oknum polisi yang terlibat saat penangkapan Sarijan harus jelas dan dibuka ke publik. Hal yang saat ini menjadi tanda tanya besar, yakni apa alasan polisi sehingga terduga sampai meninggal dunia.
“Setelah meninggal kenapa lantas tidak dilakukan autopsi sesuai ketentuan peraturan perundang undangan? Indonesia adalah negara hukum, dan tugas polisi adalah menegakkan hukum seerta mengayomi,” tuturnya.
Baca Juga : Polisi Ungkap Fakta Tewasnya Seorang Terduga Bandar Narkoba Saat Penangkapan
Baca Juga : Warga Teluk Tiram Meregang Nyawa, Diduga Usai Dibawa Paksa Oleh Oknum Polisi
Lanjut, ujar Pazri, jika tebukti ada tindak kekerasan, para oknum polisi yang mengakibatkan Sarijan meninggal bisa diproses secara Etik dan Pidana. Karena sesuai Peraturan Kapolri (PerKapolri) 14/2011 Pasal 13 dan Pasal 14 terkait larangan dan tata cara melaksanakan tugas.
“Apalagi karena diduga melakukan kekerasan/penganiayaan jelas tidak sesuai ketentuan Undang-Undang, serta bisa di pidana berdasarkan Pasal 351 KUHP (Penganiayaan) atau Pasal 170 KUHP Pengeroyokan yang mengakibatkan nyawa orang hilang,” tandasnya.
Selain itu, dia menyampaikan, peraturan perundang-undangan juga mengatakan semua orang dikatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Dan saya berharap tidak terulang lagi di Kalsel kedepan karena baru-baru saja sesuai dengan Surat Telegram ditujukan untuk seluruh Kapolda di Indonesia yang termuat dalam Telegram bernomor ST/2162/X/HUK2.9/2021 tertanggal 19 Oktober 2021 dan ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo atas nama Kapolri,” tuturnya.
Surat telegram tersebut menyikapi cara penanganan pengamanan dan tindakan anggota kepolisian akhir-akhir ini serta dalam rangka mitigasi dan pencegahan kasus kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh anggota Polri agar tidak terulang kembali.
Menurutnya, hal tersebut padahal sudah sangat bagus agar ke depan penanganan pengamanan harus lebih berhati-hati, tidak asal-asalan, humanis, serta sesuai dengan SOP yang berlaku.
“Semoga Instruksi Kapolri ini menjadi perhatian seluruh jajaran dan anggota yang menangani pengamanan ataupun penindakan yang dilaksanakan di lapangan. Sehingga tidak ada lagi tindakan berlebihan dalam penanganan pengamanan, agar citra polisi semakin baik ke depannya,” pungkasnya. (rizqon)
Editor: Abadi