BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kala itu Amran Nuddin masih berusia 23 tahun berstatus mahasiswa STMIK Banjarbaru. Hawa dingin saat subuh menjadi teman setianya bekerja sebagai loper atau pengantar koran. Rintisan itu mengisi suka duka Amran terpincut pada dunia jurnalis.
Tumpukan surat kabar Kompas adalah saksi bisu Amran yang mencoba hidup mandiri sebagai mahasiswa pada 2006 silam.
“Datang pukul 4 subuh, melipat 20 eksemplar koran sebelum diantar ke pelanggan,” ceritanya.
Amran rupanya tidak hanya ditugasi mengantar koran media nasional itu di wilayah Banjarmasin, melainkan juga pernah mendapat tugas ke luar kota dengan jarak tempuh 206 km yakni di Tanjung di Kabupaten Tabalong. Berpacu dengan waktu deadline sudah jadi sarapan pagi baginya. Pasalnya koran wajib sampai ke tangan pelanggan pukul 09:00.
“Berangkatnya naik mobil pick up box, di sana saya juga ditugasi menawarkan orang-orang berlangganan koran,” tutur Amran.
Entah apa motivasi pemuda asal Kota Banjarmasin ini melakoni pekerjaan di tengah perkuliahan semester 6. Padahal Amran termasuk anak dari keluarga yang berkecukupan. Ayahandanya pengusaha kayu dan sang ibu memiliki sawah cukup luas.
“Cuman ingin menambah pengalaman, kerja mengantar koran kan sampai siang masih sempat kuliah, uang yang didapat juga untuk bayar kuliah,” ucapnya.
Selama 8 bulan melakoni sebagai loper koran akhirnya Amran memutuskan berhenti setelah melihat ada lowongan wartawan disalah satu media lokal di Kalsel.
Kala itu, Amran juga menginjak semester 7 tahapan penyusunan skripsi.
Siapa sangka yang awalnya sebagai loper koran, Amran naik level setelah diterima sebagai jurnalis dan ditugaskan langsung sebagai wartawan kriminal.
“Sekitar 2 setengah tahun liputan kriminal. Saya ditempa di situ, awalnya saat liputan yang berdarah-darah saya sempat mau pingsan dari uji mental di krimal itu banyak tantangan dan pengalaman baru,” ujarnya.
Menurut Amran, wartawan punya mental baja adalah yang pernah bergelut dengan liputan kriminal. Dari sini, lanjutnya, diajarkan beradaptasi diri dengan pelaku kejahatan agar tidak tersinggung saat diwawancarai.
Walau berprofesi sebagai jurnalis kriminal yang jam kerjanya tak mengenal waktu, justru tidak
mengendorkan semangat Amran menyelesaikan kuliah pada 2010 dan menyandang gelar sarjana Strata-1 (S1). Tak lama kemudian, Amran berhenti bekerja di media Mata Banua karena diam-diam melamar ke media baru.
Amran tetap berprofesi sebagai jurnalis. Kali ini dia bergabung di dapur redaksi media Sinar Kalimantan namun pindah haluan desk liputan yang awal kriminal ke isu-isu politik.
Sekitar satu tahun di Sinar Kalimantan, kemudian Amran dilirik Media Kalimantan yang saat itu media massa baru berdiri. Liputan isu-isu politik tetap jadi garapannya semasa di Media Kalimantan selama 7 tahun.
“Setahun di Sinar Kalimatan, kemudian masuk Media Kalimantan dari 2010 sampai 2017 liputannya seputar politik desk di DPRD Kalsel. Tapi awalnya sempat di Kotabaru selama 8 bulan,” ucapnya.
Sosok ayah dikaruniai 2 anak ini mengaku tak menyangka memoar atau rintisan pengalaman yang telah dilalui. Berawal mulai sebagai loper koran hingga berprofesi sebagai wartawan.
Menurutnya semua yang ia lalui saat ini adalah garis tangan dan misteri kehidupan.
“Aneh ya bila dipikir-pikir, sebenarnya tidak ada cita-cita menjadi wartawan, padahal dulu sekolah pelayaran SMK Arng Samudera yan mestinya jadi pelaut. Mungkin ini sudah takdirNya untuk saya,” tuturnya.
Rintisan itu membuat nama Amran kian tersohor antar kalangan jurnalis dan pejabat. Bahkan dia pernah menjadi wartawan yang dikagumi tokoh Kalimantan Selatan, mendiang H Abdussamad Sulaiman HB yang familiar dikenal Haji Leman.
“Alhamdulillah, dari profesi ini membuat saya cinta menulis. Sudah ada 3 buku karya saya. Buku pertama dan kedua tentang Haji Leman, dan ketiga biografi Kapolres Kotabaru dibuat waktu tugas di sana,” tuturnya.
Setelah bergelut di Media Kalimantan, Amran meneruskan kariernya di media ini sejak awal berdiri 2017 lalu.
Saat awal bergabung, dia mendapat kepercayaan sebagai redaktur oleh Pemimpin Redaksi Zainal Helmie yang juga Ketua Persatuan Wartawan (PWI) Kalimantan Selatan.
Tugas redaktur yang melakukan penyeleksian dan perbaikan tulisan naskah yang dibuat wartawan menjadi amanah baru bagi Amran.
Posisi ini dilimpahkan kepadanya bukan tanpa pertimbangan, setelah Amran mendapatkan sertifikasi Wartawan Madya bukti lulus uji kompetensi Dewan Pers.
“Seperti mimpi ya, dari loper koran dan sekarang sebagai redaktur. Saya sangat menikmati profesi sebagai jurnalis,” ungkapnya.
Selain itu yang patut diacungi jempol, redaktur media ini belum lama tadi mengikuti dan lolos uji kompetensi Wartawan Utama oleh Dewan Pers. Meski demikian, mengantongi lisensi teratas sebagai jurnalis tak membuatnya jumawa.
“Intinya kita jangan cepat puas, berbangga diri boleh-boleh saja. Kalau kita puas, itulah akhir kita untuk mengembangkan diri,” pungkasnya.(rizqon)
Editor : Farid