BANJARMASIN, klikkalsel – Saat ini Kota Banjarmasin sebagai kota dengan identitas budaya kehidupan sungai.
Jadi, kekayaan kearifan lokalnya tetap eksis dan terus berbenah dengan menata permukiman serta arsitektur tepi sungai yang banyak tersebar di belahan Kota Banjarmasin.
Akademisi Fakultas Teknik ULM Dr Ira Mentayani mengatakan, pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota Banjarmasin, berlandaskan potensi kearifan lokal dan budaya kehidupan masyarakatnya.
“Rumah lanting sebagai bagian dari arsitektur tepi sungai menjadi keunikan yang tidak banyak dimiliki kota-kota lainnya,” ucapnya, Selasa (26/2/2019).
Selain itu menurut Dosen Fakultas Teknik ULM, JC. Heldiansyah, upaya pelestarian rumah lanting dengan konsep adaptive re-use menjadi gagasan menarik yang diajukan oleh tim dosen Fakultas Teknik ULM ke Pemko Banjarmasin.
Ia juga menjelaskan, rumah lanting tersebut dirancang dengan konsep lanting bergerak yang artinya bisa ditarik dan dipindahkan ke tempat lain sesuai keperluan.
“Untuk konsep lanting bergerak, konstruksi pengapungnya dari drum plastik lalu diikat pada rangka kayu yang juga sekaligus berfungsi sebagai rangka lantai, jadi kesatuan antara pengapung bisa menjadi lebih solid,” jelasnya.
Konsep dari rumah lanting tersebut menggunakan material pengapung yang mengadopsi dari bentuk aslinya, akan tetapi dengan bahan yang digunakan berupa material yang mudah didapat agar lebih ekonomis dan mudah dalam pengerjaannya.
Tapi apabila menginginkan pembangunan rumah lanting yang lebih maksimal, bisa menggunakan kubus apung.
“Model rumah lanting akan maksimal pembangunannya bila menggunakan material kubus apung seperti yang digunakan pada dermaga di siring pasar terapung Jalan Kapten Piere Tendean, namun memerlukan biaya yang sangat besar jika,” pungkasnya. (fachrul)
Editor : Farid