Dugaan Korupsi 1,5 Miliar, PPK Pembangunan Jembatan di Kabupaten Tapin Lalai Pada Proses Lelang hingga Proyek Mangkrak

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Dugaan korupsi Rp1,5 miliar proyek pembangunan Jembatan Ruas Tarungin–Asam Randah, Kabupaten Tapin bergulir di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Selasa (18/11/2025). Perkara ini menyeret Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Aulia Rahman yang berperan dalam proses lelang hingga terjadinya pengerjaan proyek mangkrak.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tapin, Yopi Wahyu Gustiansyah mendakwa Aulia Rahman melanggar pasal berlapis, primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor, serta dakwaan subsidiair Pasal 3 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam pembacaan dakwaan, JPU menyampaikan kepada majelis hakim yang diketuai Indra Meinantha Vidi bahwa terdakwa Aulia Rahman telah membiarkan pekerjaan mangkrak meski uang muka 30 persen senilai Rp1,33 miliar telah dicairkan.

Terdakwa disebut memiliki peran besar dalam pengerjaan proyek yang berujung kerugian negara. Aulia pada kapasitas sebagai PPK lalai atas tanggungjawabnya.

JPU menilai Aulia tidak melaksanakan tugas pengendalian kontrak, tidak melakukan pengawasan, serta tidak menilai kinerja penyedia. Kelalaian itu membuat pekerjaan jembatan senilai Rp4,94 miliar tersebut hampir tidak berjalan.

“Sejak minggu pertama hingga minggu ketujuh, progress pekerjaan tetap 0 persen. Hingga masa kontrak berakhir, realisasi fisik hanya 7,73 persen, dan setelah audit teknis dinyatakan hanya 5,97 persen,” ucap JPU Wahyu saat membaca surat dakwaan.

Adapun modus Aulia berkongkalikong dengan dua kontraktor juga disidang secara terpisah. Saat proses lelang proyek terjadi peminjaman bendera” atau perusahaan.

JPU menerangkan bahwa saat proses lelang terjadi “peminjaman bendera” CV Cahaya Abadi. Perusahaan ini dipinjamkan kepada terdakwa Ridani yang di sidang secara terpisah.

Padahal perusahaan tersebut bukan milik Ridani. Direktur CV Cahaya Abadi, Noor Muhammad yang juga berstatus sebagai terdakwa, membiarkan perusahaannya digunakan untuk mengikuti lelang hingga seluruh pelaksanaan di lapangan dikerjakan Ridani.

“Terdakwa tetap memproses pencairan uang muka sebesar 30 persen meski mengetahui penyedia tidak melaksanakan pekerjaan sesuai ketentuan,” sebut jaksa.

Setelah uang muka cair ke rekening CV Cahaya Abadi, dana itu langsung ditransfer Noor Muhammad kepada Ridani sebesar Rp1,289 miliar.

Baca Juga : Kejari HST Tetapkan DPO Terhadap ES Diduga Korupsi Bibit Pisang Cavendish

Baca Juga : Mantan Kepala Unit dan Teller Bank Terbukti Korupsi Rp2,5 Miliar Divonis Hukuman Berbeda

Ironisnya progress pekerjaan stagnan di angka 1,09 persen hingga minggu ke-8. Atas kelalaian ini, Aulia bersama KPA hanya mengeluarkan surat peringatan.

Namun ketika kontraktor tak merespons, Aulia justru memberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan lewat kontrak perpanjangan 50 hari.

Padahal sesuai aturan, kontrak yang diteken setelah 30 November tidak boleh diberi kesempatan penyelesaian di tahun anggaran berikutnya.

“Pemberian tambahan waktu ini melanggar ketentuan PMK 109/2023,” jelas jaksa.

Hal lain yang disebut sebagai penyalahgunaan kewenangan adalah ketika Aulia tidak mengajukan klaim jaminan pelaksanaan (garansi bank) senilai Rp247 juta terhadap Bank Kalsel, meski proyek terbukti tidak berjalan. Akibatnya, masa berlaku jaminan pelaksanaan habis, dan bank menolak pencairan.

“Ini menyebabkan kerugian keuangan negara semakin besar,” tegas JPU.

Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalsel, total kerugian negara akibat perkara ini mencapai Rp1.523.351.143,64.

Untuk diketahui, sidang ini merupakan kelanjutan dari hasil penyidikan Kejari Tapin sebelumnya, yang telah menetapkan tiga tersangka, Aulia Rahman (PPK), Noor Muhammad (Direktur CV Cahaya Abadi), dan Ridani (pelaksana lapangan).

Penetapan Ridani sebagai tersangka diumumkan Kejari Tapin pada 5 Agustus 2025, di mana ia diduga menerima pencairan uang muka namun tidak mengerjakan proyek sesuai kontrak. (rizqon)

 

Editor: Abadi