BANJARBARU, Klikkalsel.com – Menggandeng Polda Kalsel, Kanwil Kemenag Kalsel dan FKPT Kalsel, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Banjarbaru menggelar dialog kebangsaan, Sabtu (6/8/2022) di Aula Aula gawi Seberataan Banjarbaru.
Kegiatan bertema “Pencegahan Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme pada Mahasiswa serta Generasi Muda dalam Bingkai Kebinekaan untuk mewujudkan Stabilitas Kamtibmas” dihadiri sejumlah elemen, antaranya perwakilan seluruh mahasiswa perguruan tinggi, OKP tingkat pelajar dan pemuda se- Kota Banjarbaru.
Menurut Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Hizatul Istiqomah kegiatan tersebut dilakukan guna mencegah penyebaran paham intoleransi, radikalisme dan terorisme di kalangan pelajar, mahasiswa dan generasi muda di Provinsi Kalimantan Selatan.
“Agar paham-paham ini tidak menyebar di Kalimantan Selatan, Wabil khusus Banjarbaru,” ucapnya.
Direktur Intelkam Polda Kalsel melalui Kasubdit Kamneg, Kompol Paryoto dalam paparannya menyampaikan kondisi penyebaran paham intoleransi, radikalisme dan terorisme sudah mulai bergejala di daerah ini, seperti adanya Ormas Khilafatul Muslimin yang saat ini tersebar di 3 Kabupaten, yakni Tapin, Tanbu dan Kotabaru.
Ia pun menyampaikan penyebaran paham intoleran, radikal dan terorisme kini dilakukan secara konvensional dan digital.
“Diharapkan dengan adanya dialog kebangsaan ini para generasi muda dan mahasiswa dapat menjadi daya tangkal penyebaran paham tersebut dilingkungan kampus. Karena pemuda dan mahasiswa kini turut menjadi sasaran penyebaran paham tersebut,” paparnya.
Baca Juga : FKPT Kalsel Gandeng Menwa Tangkal Radikalisme dan Terorisme
Baca Juga : Coaching Enumerator FKPT Kalsel Survei Sasaran Aksi Terorisme di Kalsel
Ia pun menyebut terorisme itu tidak terkait dengan agama dan agama tidak mengajarkan terorisme.
Sementara Kabid Papkis Kanwil Kemenag Kalsel, H. A. Sawiti menjelaskan sejauh ini pihaknya telah menggaungkan pentingnya moderasi beragama. Maksud moderasi beragama ujarnya adalah cara pandang dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.
Karena ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antar umat beragama merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
“Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama. Menjadi moderat bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan. Keliru jika ada anggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan ajaran agamanya,” jelasnya.
Oleh karena itu ujarnya pentingnya keberagamaan yang moderat bagi umat beragama, serta menyebarluaskan gerakan ini. Ia berharap semua pihak tidak membiarkan Indonesia menjadi bumi yang penuh dengan permusuhan, kebencian, dan pertikaian.
” Kerukunan baik dalam umat beragama maupun antar umat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi kondusif dan maju,” tegasnya.
Dikesempatan yang sama Kabid Pemuda dan Pendidikan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Kalimantan Selatan, Muhammad Hafizh Ridha memaparkan sasaran strategis pelaku teror saat ini diantaranya adalah menimbulkan pertentangan dan radikalisme di tengah-tengah masyarakat.
Perbedaan cara pandang terhadap sebuah teks itu ujarnya menyebabkan sikap-sikap eksklusif dan perilaku-perilaku destruktif serta melahirkan adanya klaim kebenaran (truth claim) yang eksklusif, sehingga selalu ada pembenaran dari apa yang mereka lakukan, baik bersifat pragmatis, ideologis, atau keagamaan.
“Idzaa zaada nadzrurrajuli wattasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi.” (Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain).” ujarnya mengutip perkataan ulama besar asal Mekah Syaikh Said Al-Yamani.
Negara ini disebutnya punya kunci kebersamaan yang menjadi dasar yaitu Kebhinekaan, Bhinneka Tunggal Ika. Oleh sebab itu mencintai negara ini menjadi kewajiban, termasuk juga di dalamnya merawat serta menjaganya sebagaimana di ajarkan oleh para masyayikh / guru.
” Hubbul Wathan Minal Iman ; Cinta Tanah Air Sebagian Dari Iman. Mencintai tanah air, negara ini tidak lain dan tidak bukan untuk kebaikan kita bersama. Karena disinilah kita dilahirkan, tumbuh dan berkembang sehingga cinta ini benar dan harus kita jaga dengan baik pula. Kalau bukan kita generasi muda, lalu pada siapa lagi mandat ini akan diserahkan,” pungkasnya. (David)
Editor: Abadi