BANJARMASIN, klikkalsel.com – Kota Banjarmasin tercatat sebagai daerah dengan jumlah kasus HIV tertinggi di Kalimantan Selatan, dengan total 219 kasus. Kondisi ini menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Banjarmasin dalam upaya menekan angka penyebaran penyakit menular tersebut.
Merespons situasi itu, Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin telah melakukan berbagai macam upaya seperti menggencarkan berbagai strategi penanganan, mulai dari deteksi dini hingga pengobatan berkelanjutan bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Muhammad Ramadhan mengatakan, bahwa langkah utama yang dilakukan adalah memperluas skrining dan deteksi dini pada populasi kunci dan kelompok berisiko.
Selain itu, layanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP) telah tersedia di puskesmas maupun rumah sakit di Kota Banjarmasin.
“Tujuan pengobatan adalah agar ODHA memperoleh terapi antiretroviral (ARV), menurunkan viral load, memperbaiki daya tahan tubuh, dan menekan risiko penularan serta kematian,” ucapnya, Selasa (9/12/2025).
Tak hanya pengobatan, Dinas Kesehatan juga menjalankan program komprehensif yang mencakup terapi ARV rutin, layanan kesehatan di seluruh puskesmas dan rumah sakit rujukan, hingga perawatan berkelanjutan.
Baca Juga : Kolaborasi Pemkab Tanbu dan Jhonlin Group Gelar Sosialisasi Bahaya Narkoba dan HIV/AIDS untuk Siswa Sekolah
Baca Juga : Kementerian Komdigi Blokir Situs Archive.org Karena Ada Konten Judol dan Pornografi
Menurut Ramadhan, penanganan ODHA tidak hanya berfokus pada pasien, tetapi juga pada lingkungan terdekatnya.
“Selain pengobatan, ada langkah-langkah untuk profilaksis penyakit oportunistik, perawatan kondisi kesehatan, pemeriksaan kesehatan pasangan, serta pemantauan berkala,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa Dinas Kesehatan telah mengimplementasikan program Test and Treat, yaitu pendekatan skrining aktif disertai pengobatan cepat jika hasil tes menunjukkan positif.
Pendekatan ini ditargetkan khusus untuk kelompok berisiko dengan menggandeng puskesmas, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta komunitas.
“Kami melakukan skrining aktif atau VCT mobile ke kelompok berisiko seperti pekerja seks, LSL, pengguna narkoba suntik, hingga ke tempat hiburan malam,” jelasnya.
Selain langkah medis, edukasi dan pencegahan terus digencarkan. Dinas Kesehatan rutin menggelar pertemuan advokasi, diseminasi informasi HIV/AIDS, serta penyuluhan ke sekolah-sekolah melalui puskesmas.
“Upaya ini difokuskan untuk membangun kesadaran sejak dini dan mencegah perilaku berisiko di kalangan pelajar,” tuturnya.
“Dengan berbagai langkah ini, kami berharap angka kasus HIV dapat ditekan secara bertahap dan masyarakat tidak lagi memandang HIV/AIDS sebagai stigma, melainkan sebagai persoalan kesehatan yang bisa ditangani bersama,” pungkasnya.(fachrul)
Editor: Amran





