BANJARMASIN,klikkalsel.com – Kasus meninggalnya seorang perempuan warga Barito Kuala (Batola) yang ditetapkan sebagai pasien dalam pemantaun (PDP) oleh pihak Rumah Sakit Ansari Saleh, masih menyimpan duka mendalam bagi Arie Setiawan sebagai orangtua.
Arie Setiawan masih menyisakan tanda tanya terkait kooordinasi antara pihak rumah sakit dan dinas kesehatan terkait kematian anak perempuannya yang berstatus PDP. Menurutnya, saat dirawat di rumah sakit tersebut, anaknya tidak menimbulkan gejala yang mengarah pada virus Corona (Covid-19).
“Waktu awal masuk rumah sakit tanggal 3 April anak saya mengalami tekanan darah tinggi. Selama dirawat, pada tanggal 11 April muncul gejala batuk dan panas tinggi, saat itu langsung ditetapkan sebagai PDP oleh pihak rumah sakit,” tutur Arie Setiawan, Jumat (17/4/2020).
Berstatus PDP ditambahkannya, dilakukanlah rapit test dan rontgen dan saat itu anaknya sudah dirawat di ruang ICU. Ia menambahkan, berdasarkan informasi dari pihak rumah sakit hasil uji rapit tes negatif Covid-19.
“Pihak rumah sakit menyampaikan saat itu memang negatif Covid-19 berdasarkan hasil rapit test dan rontgen. Namun hasil dari tes swab belum keluar karena disampaikan hasilnya pada tanggal 16 April. Berselang waktu menunggu hasil swab, anak saya meninggal dunia pukul 05.45 Wita pagi tanggal 14 April,” katanya.
Dihari kematian anaknya pada tanggal (14/4/2020), ia pun meminta agar jenazahnya dibawa pulang karena sudah mengetahui hasil negatif berdasarkan rapit test. Namun, karena belum ada hasil uji swab, keinginannya itu pun ditolak oleh pihak rumah sakit.
“Kami sekeluarga tidak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa mengikuti aturan dari rumah sakit dan pemakamannya sesuai dengan prosedur penanganan Covid-19. Berat rasanya menerima kondisi ini,” ujarnya.
Pada tanggal 16 April 2020 ia pun kembali ke rumah sakit Ansari Saleh untuk mengambil hasil uji swab, tapi oleh pihak rumah sakit mengatakan, hasilnya akan ke luar keesokan harinya.
“Saya kembali ke rumah sakit, tapi oleh pihak IGD hanya menyampaikan secara lisan kalau anak saya negatif Covid-19 karena belum juga menerima surat resmi berdasarkan uji swab. Surat secara tertulis diambil ke esokan harinya,” bebernya.
Ironisnya lagi ditambahkannya, setelah surat resmi hasil uji swab ia terima, tercantum tanggal 14 April 2020. Dari bukti itupun ia sangat menyesalkan, kenapa terjadi demikian.
“Hasil uji swab yang saya terima tertera tanggal 14 April 2020 dan bertepatan pada hari meninggalnya anaka saya. Kalau memang demikian, kenapa tidak disampaikan sesegara mungkin kepada kami. Sehingga kami bisa mengurus jenazah anak kami, dan tidak dimakamkan dengan cara prosedur Covid-19. Ini yang membuat saya kecewa,” imbuhnya.
Dalam kasus ini ia sangat menyayangkan, kenapa sampai terjadi demikian dan berharap tidak terjadi lagi kepada orang lain. “Sebagai orangtua saya tidak tega melihat jenazah anak saya dimakamkan layaknya pasien Covid-19, padahal sudah dinyatakan negatif Covid-19,” katanya.
Berkaca dari kasus ini juga kata dia, agar pihak rumah sakit dan dinas kesehatan lebih terbuka dan cepat menyampaikan informasi kepada pihak keluarga pasien.
“Dan saya berharap agar masyarakat terutama di wilayah tempat kami berdomisili bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga kami, anak saya negatif Covid-19,” imbuhnya.(klikkalsel)