Banyak Guru Bersertifikasi Tapi Kualitasnya Masih Dipertanyakan

Ilustrasi tentang rapor pendidikan dan sertifikasi guru

BANJARMASIN, klikkalsel.com – Keseriusan Dinas Pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan di Kota Banjarmasin dipertanyakan, khususnya pada aspek kualitas sumber daya manusia (SDM) guru.

Pemerhati pendidikan sekaligus Dosen PKN FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Reja Pahlevi, menyamapaikan pemerintah sejatinya telah memiliki instrumen resmi untuk mengukur kualitas pendidikan setiap tahun melalui rapor pendidikan.

Dokumen tersebut dapat diakses oleh publik dan memuat berbagai indikator penting, mulai dari capaian peserta didik hingga kualitas tenaga pendidik.

“Untuk mengukur kualitas pendidikan itu, setiap tahun pemerintah memiliki alat ukurnya yang bernama rapor pendidikan. Rapor pendidikan itu bisa diakses oleh masyarakat umum saat akhir tahun,” ujarnya.

Ia menjelaskan, salah satu indikator krusial dalam rapor pendidikan adalah kualitas guru, baik dari sisi kelulusan akademik maupun sertifikasi.

Namun, Reja menilai indikator tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Dinas Pendidikan sebagai dasar evaluasi dan perbaikan kebijakan.

Ia juga menekankan bahwa persoalan SDM guru tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan administratif. Sertifikat dan dokumen, menurutnya, bukan jaminan mutu pengajaran di ruang kelas.

“Berbicara masalah SDM, Pemko Banjarmasin diharapkan kiranya bisa membuat atau memfasilitasi para guru agar lebih berkembang secara kompetensinya, baik kompetensi pedagogisnya maupun kompetensi profesionalnya,” ucapnya.

Baca Juga : Kalsel Kirim Relawan dan Bantuan Bertahap untuk Korban Bencana Aceh dan Sumatera

Baca Juga : Polisi Periksa Seleb Tiktok Inisial F Karena Mirip Pemeran Video Syur Sesama Jenis

Ia menyebutkan, selama ini guru memang dituntut aktif mengembangkan diri melalui komunitas guru, pelatihan mandiri, maupun bimbingan profesional. Namun tanggung jawab peningkatan kompetensi tidak boleh sepenuhnya dibebankan kepada individu guru.

“Tentu guru-guru itu butuh materi-materi tambahan. Selain guru itu mencari materi melalui komunitas guru atau bimbingan dan lain sebagainya, tetapi guru itu juga perlu ada pelatihan yang difasilitasi oleh Pemko Banjarmasin dalam hal ini Dinas Pendidikan,” katanya.

Reja juga menyinggung fakta bahwa secara data, jumlah guru bersertifikasi di Banjarmasin terbilang tinggi. Ironisnya, capaian tersebut belum tentu berbanding lurus dengan kualitas pembelajaran yang dirasakan siswa.

“Secara data saat ini di Banjarmasin sudah sangat banyak guru yang bersertifikasi secara tertulisnya. Namun secara realitasnya ini yang sangat perlu diperhatikan,” ungkapnya.

Ia mempertanyakan efektivitas sertifikasi guru yang selama ini lebih menekankan kelengkapan dokumen ketimbang kemampuan mengajar secara nyata.

“Apakah benar guru yang bersertifikasi itu sudah mampu menjalankan kompetensinya sebagai guru? Karena hal ini yang sangat susah untuk mengukurnya,” tuturnya.

Menurutnya, sistem penilaian kompetensi guru saat ini terlalu bergantung pada legalitas sertifikat. Akibatnya, kemampuan pedagogis dan profesional guru di kelas menjadi sulit dilacak dan dievaluasi secara objektif.

“Karena kompetensi guru itu dinilai dengan dokumen, dengan sertifikasi. Jadi sangat susah untuk melacak apakah guru itu memiliki kemampuan dalam mengajar atau tidak. Karena secara legalnya itu hanya dokumen sertifikasi,” pungkasnya.(fachrul)

Editor: Amran